Selanjutnya, pada sesi ketiga tersebut, Direktur Green Power Development Corporation of Japan (GPDCJ) Masato Fuji menyampaikan materi komersialisasi Sustainable Aviation Fuel (SAF) dari kelapa nonstandar.
Menurutnya, permintaan terhadap SAF diproyeksikan akan meningkat dalam beberapa tahun ke depan karena kontribusinya dalam pengurangan emisi gas rumah kaca.
Baca Juga:
Pemerintah Imbau Pengusaha Indonesia Berhati-hati dalam Transaksi Perbankan dengan Bangladesh
“Jika dibandingkan dengan bahan bakar penerbangan konvensional, SAF dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sekitar 60 hingga 80 persen,” ungkap Fuji.
Masih di sesi yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian Dida Gardera menyampaikan tanggapan terkait pemanfaatan kelapa untuk keperluan SAF.
Ia menjelaskan, Indonesia memiliki Program Kemitraan Sistem Closed Loop Komoditas Kelapa untuk mengembangkan sektor hulu-hilir dari kelapa nonstandar untuk keperluan SAF.
Baca Juga:
Implementasikan PP Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut, Kemendag Revisi Permendag Ekspor
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI menjadi instansi yang menginisiasi program tersebut di Indonesia. Terobosan pemanfaatan kelapa lainnya juga dilihat dari pengembangan produk briket arang.
Briket arang kelapa kini menjadi salah satu sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan dan bernilai
sosial-ekonomi tinggi. Briket arang kelapa menjadi solusi agar briket arang tidak lagi diperoleh melalui
penebangan pohon.
“Briket arang kelapa menempati posisi strategis sebagai sumber bioenergi dan dapat dijadikan sebagai alat diplomasi ekonomi kelapa di tingkat internasional. Briket arang kelapa juga memenuhi kriteria untuk permintaan global yaitu profit, people and planet (3Ps),” tutur CEO Tom Cococha Indonesia Asep Jembar Mulyana.