Saat ditanya soal proyeksi pertumbuhan ekonomi dari DEN, Luhut mengaku lembaga yang dipimpinnya masih melakukan kajian. "Kita belum, tapi kita akan segerakan," katanya.
Sebelumnya, ADB memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 menjadi 4,9% dari sebelumnya 5% dalam laporan Asian Development Outlook edisi September. Untuk 2026, proyeksi juga turun dari 5,1% menjadi 5%.
Baca Juga:
Gandeng Ray Dalio, Pemerintah Siapkan Layanan Family Office untuk Investor Elite
Pemangkasan ini sejalan dengan tren di kawasan Asia Tenggara yang juga dipangkas dari 4,7% menjadi 4,3%. ADB menilai, tingginya tarif impor Amerika Serikat serta meningkatnya ketidakpastian perdagangan global menjadi faktor utama perlambatan.
Kepala Ekonom ADB Albert Park menjelaskan, risiko lain juga datang dari ketegangan geopolitik, ketidakpastian pasar properti China, serta potensi gejolak pasar keuangan.
"Tarif Amerika Serikat berada pada tingkat yang tinggi secara historis dan ketidakpastian perdagangan global masih sangat tinggi," ujarnya.
Baca Juga:
Luhut Bongkar Rencana UEA Bangun Resort di Pulau Sengketa Sumut-Aceh
Meski demikian, proyeksi ADB berbeda dengan OECD yang justru menaikkan perkiraan pertumbuhan Indonesia. Dalam laporan terbarunya, OECD memperkirakan ekonomi RI bisa tumbuh 4,9% pada 2025 dan 2026. Proyeksi itu lebih tinggi 0,2 poin persentase dibanding laporan Juni 2025, dan untuk 2026 lebih tinggi 0,1 poin persentase.
Alasan utama OECD, lantaran melihat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih kencang dari perkiraan semula ialah tren suku bunga acuan yang semakin rendah, berpotensi turut mendorong laju aliran investasi di dalam negeri.
"Pelonggaran kebijakan moneter dan investasi publik yang kuat diharapkan dapat mendukung perekonomian Indonesia, dengan pertumbuhan tahunan sebesar 4,9% yang diproyeksikan untuk tahun 2025 dan 2026," dikutip dari laporan terbaru OECD itu, Rabu (24/9/2025).