WahanaNews.co | Masih terjadi pelanggan PLN didenda hingga puluhan juta rupiah. Kasus terbaru, komedian senior Tarzan didenda Rp 90 juta karena menggunakan meteran listrik atas nama orang lain, yang juga sudah terdaftar di tempat lain.
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno mengatakan ketidaktahuan konsumen menjadi salah satu penyebab pelanggan PLN didenda hingga Rp 10 juta karena konsumsi listrik.
Baca Juga:
Mudahkan Pelanggan Bayar Listrik, PLN Mobile Jalin Kolaborasi dengan MotionPay
"Ini jadi PR PLN yang harus sustainable mengedukasi. Tidak ada kata cukup untuk memberikan edukasi ke konsumen," kata Agus, melansir Kompas TV, Jumat (10/3/2023).
Dalam kasus Tarzan, ia mengeluhkan mengapa PLN baru menagih denda setelah 15 tahun anaknya menempati rumah tersebut. Apa yang dikeluhkan Tarzan ini mungkin juga dialami oleh pelanggan PLN lainnya, yang kaget tiba-tiba ditagih denda dalam jumlah besar.
Menurut Agus, PLN semestinya memiliki mekanisne khusus untuk memberi peringatan sesegera mungkin ke konsumen, saat menemukan ada yang tidak beres dalam tagihan.
Baca Juga:
Wamendag Roro Serahkan Penghargaan Perlindungan Konsumen 2024 kepada Para Kepala Daerah
"Dengan begitu permasalahan segera terurai. Ini juga menghindari dugaan dari konsumen bahwa ada kesengajaan menjebak tagihan menumpuk dengan melakukan pembiaran," ujar Agus.
Namun ia sepakat bahwa segala bentuk pelanggaran pemakaian listrik, termasuk praktik pencurian listrik tidak bisa dibiarkan.
Jika konsumen merasa berat dengan tagihan listriknya, seharusnya menyesuaikan pasokan listrik dengan kemampuannya membayar. Seperti diketahui, untuk golongan rumah tangga PLN ada golongan 450 watt, 900 watt, 1.300 watt, dan seterusnya.
"Ini yang bisa dimanfaatkan konsumen, di kategori mana harus berlangganan," ucapnya.
Melansir Kompas TV, Senior Manager Komunikasi dan Umum PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya, Gunawan, mengatakan, tagihan pelanggan PLN secara umum terbagi menjadi 3.
Yaitu, tagihan pemakaian listrik bulanan, tagihan susulan dikarenakan kelainan pengukuran dan tagihan susulan P2TL (Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik).
"Tagihan pemakaian listrik berdasarkan penggunaan listrik secara bulanan, di mana pelanggan prabayar membayar di awal dan pelanggan pascabayar membayar di akhir periode pemakaian listrik," kata Gunawan.
Kemudian, ada tagihan susulan dikarenakan kelainan pengukuran pada kwh meter PLN (K2). Kelainan itu terjadi jika ada kerusakan atau gangguan pada kWh meter, sehingga tidak mengukur sesuai realisasi pemakaian dan terdapat selisih yang harus dibayar pelanggan.
Lalu, ada tagihan susulan P2TL yang terbit dikarenakan ditemukannya pelanggaran oleh Tim Penertiban Penggunaan Tenaga Listrik (P2TL) di persil pelanggan.
"Demi keselamatan pelanggan, PLN secara rutin melaksanakan Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) untuk memastikan kWh meter berfungsi baik sebagai pengukur dan pembatas listrik ke setiap rumah pelanggan," ujar Gunawan.
"Selain itu, petugas P2TL juga melakukan pemeriksaan terhadap jaringan listrik PLN yang menuju rumah serta pemakaian listrik pelanggan itu sendiri," tambahnya.
Gunawan melanjutkan, ada 4 jenis Golongan Pelanggaran Pemakaian Tenaga Listrik, yaitu:
a. Pelanggaran Golongan I (P-I)
merupakan pelanggaran yang mempengaruhi batas daya, misalnya memperbesar nilai Mini Circuit Breaker (MCB) yang ada pada meteran listrik supaya daya listrik yang masuk lebih besar dibanding dengan daya langganannya.
b. Pelanggaran Golongan II (P-II)
merupakan pelanggaran yang mempengaruhi pengukuran energi pada kWh meter, misalnya memperlambat putaran meteran
c. Pelanggaran Golongan III (P-III)
merupakan pelanggaran yang mempengaruhi batas daya dan mempengaruhi pengukuran energi, misalnya memperbesar nilai MCB sekaligus memperlambat putaran meteran
d. Pelanggaran Golongan IV (P-IV)
merupakan pelanggaran yang dilakukan oleh Bukan Pelanggan, misalnya bukan pelanggan yang mengambil listrik langsung dari tiang atau menggunakan kWh meter ilegal yang tidak terdaftar di PLN
"Agar terhindar dari bahaya listrik, pelanggan diminta untuk tidak melakukan perubahan terhadap kWh meter, menggunakan meter listrik resmi, maupun mengambil listrik langsung dari tiang. Selain berbahaya, tentu saja itu masuk pelanggaran dalam P2TL," jelas Gunawan.
Ia menerangkan, memperbesar nilai MCB atau bahkan tidak ada meteran di rumah pelanggan, bisa menyebabkan arus listrik yang masuk itu berlebih.
Sehingga kabelnya panas dan berpotensi korsleting sampai timbul percikan api dan kebakaran. Adapun MCB berfungsi sebagai pembatas dan pengukur arus listrik yg masuk ke dalam rumah.
PLN pun menghimbau kembali bagi seluruh pelanggan, yang ingin memindahkan kWh Meter karena alasan tertentu untuk melapor melalui aplikasi PLN Mobile atau ke kantor PLN terdekat.
Setelah pelanggan melakukan laporan, maka petugas PLN akan menindaklanjuti dengan melakukan survei ke lokasi pelanggan.
Jika permohonan geser kWh meter masih di persil/bangunan yang sama milik pelanggan, maka Petugas akan menyetujui dan menghitung biaya yang timbul serta menerbitkan nomor register pembayaran biaya geser kWh meter.
"Bagi Pelanggan yang ingin memindahkan kWh Meter milik PLN ke persil atau lokasi lain, tidak dapat disetujui karena tidak sesuai dengan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik yang telah disepakati bersama," terang dia.
Untuk perhitungan biaya denda/tagihan susulan akibat temuan saat P2TL, dihitung berdasarkan jenis tarif, daya terpasang dan Golongan Jenis Pelanggaran.
"Pembayaran biaya-biaya termasuk denda/Tagihan Susulan tidak dilakukan secara langsung ke petugas PLN tetapi melalui outlet pembayaran resmi, bisa melalui aplikasi PLN Mobile, online marketplace, atau payment point online bank (PPOB) yang ada," pungkas dia. [afs/eta]