WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pemerintah Indonesia melalui PT PLN (Persero) kembali menunjukkan langkah konkret dalam memperkuat posisi Indonesia di pasar karbon global.
Komitmen tersebut dipertegas lewat penandatanganan dua kerja sama strategis pada forum Seller Meets Buyer di Paviliun Indonesia dalam gelaran Conference of the Parties 30 (COP30) di Belém, Brasil.
Baca Juga:
Indonesia Tegaskan Komitmen di COP30, PLN Siap Pimpin Transisi Menuju NZE 2060
Dalam kesempatan tersebut, PLN menandatangani Mutual Expression of Intent dengan Pemerintah Norwegia melalui Global Green Growth Institute (GGGI), serta Memorandum of Understanding (MoU) dengan perusahaan Jepang, Carbon Ex Inc.
Kesepakatan ini menjadi bagian dari upaya percepatan pengembangan proyek rendah karbon sekaligus memperkuat kiprah Indonesia dalam ekosistem pasar karbon internasional.
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa kolaborasi yang terjalin di forum ini berperan penting dalam meningkatkan kontribusi Indonesia terhadap pengurangan emisi global.
Baca Juga:
Pemerintah Genjot Gerakan Nasional TOS TBC, Targetkan Penurunan Kasus Signifikan pada 2025
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Hanif Faisol Nurofiq saat memberikan sambutan pada sesi Seller Meets Buyer di Paviliun Indonesia pada Conference of the Parties 30 (COP30) di Belém, Brasil. Ia menyampaikan bahwa kolaborasi yang tercipta pada forum ini menjadi bagian penting dari upaya memperkuat kontribusi Indonesia dalam pengurangan emisi global.
”Bagi Indonesia, momentum ini sangat penting karena membuktikan kemampuan Indonesia mendukung pencapaian target global penurunan emisi gas rumah kaca melalui penerapan perdagangan karbon di bawah Pasal 6 (Paris Agreement),” ujar Hanif.
Sementara itu, Direktur Teknologi, Engineering dan Keberlanjutan PLN, Evy Haryadi, menjelaskan bahwa peran PLN bersama Pemerintah kini semakin strategis sebagai katalis dan akselerator pertumbuhan pasar karbon.
Langkah ini, menurutnya, menjadi kunci untuk mempercepat transisi energi sekaligus memperluas kolaborasi lintas negara dalam menghadapi ancaman perubahan iklim.
Direktur Teknologi, Engineering dan Keberlanjutan PLN, Evy Haryadi menjelaskan bahwa PLN bersama Pemerintah kini mengambil peran baru sebagai katalis dan akselerator pasar karbon untuk mempercepat transisi energi dan mendorong kolaborasi lintas sektor dalam mitigasi perubahan iklim.
“Dunia tengah bergerak dengan langkah tegas menuju target Net Zero Emissions, dan Indonesia tidak terkecuali. PLN telah berkomitmen mencapai Net Zero Emissions pada 2060, sejalan dengan target nasional dan Paris Agreement. Untuk mencapai ambisi tersebut, kolaborasi bukanlah pilihan melainkan sebuah keharusan,” tutur Evy.
Evy menambahkan bahwa Pemerintah telah menetapkan arah pembangunan energi melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, yang memproyeksikan penambahan kapasitas pembangkit hingga 69,5 gigawatt (GW).
Dari total tersebut, sekitar 76% atau 52,9 GW akan bersumber dari energi baru terbarukan (EBT) dan fasilitas penyimpanan energi.
Infrastruktur baru ini diperkirakan menghasilkan lebih dari 1.000 terawatt-jam listrik hijau dalam satu dekade mendatang sehingga membuka peluang investasi besar pada sektor energi bersih.
Direktur Teknologi, Engineering dan Keberlanjutan PLN, Evy Haryadi (kiri) menyaksikan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara PLN dan CarbonEx Japan yang dilakukan oleh Executive Vice President Pengembangan Bisnis Korporat dan Investasi PLN, Abdan Hanif Satria (kiri pada layar) dan Co-CEO Carbon Ex Japan, Takayuki Kageyama (kanan pada layar), melalui rekaman video yang ditayangkan dalam sesi Seller Meets Buyer di Paviliun Indonesia pada COP30 di Belém.
“Indonesia memiliki peluang besar memimpin transisi energi bersih yang mendorong transformasi ekonomi hijau melalui pemanfaatan energi di Indonesia. Dan kami ingin menjadi pemimpin bukan hanya di tingkat regional, tetapi juga pemimpin global dengan menyediakan pasokan energi hijau yang melimpah serta berbagai fasilitas pendukung target keberlanjutan yang dibutuhkan pelanggan di masa depan,” lanjut Evy.
Dalam rangka mendorong dekarbonisasi korporasi, PLN memasarkan dua produk utama berbasis green attributes.
Pertama, Unit Karbon, yang memberi kesempatan bagi perusahaan untuk mengimbangi emisi gas rumah kaca melalui proyek pengurang atau penyerap emisi yang tersertifikasi.
Kedua, green energy as a service, meliputi Renewable Energy Certificate (REC) dan Dedicated Green Energy Sources, sehingga pelanggan dapat memperoleh akses langsung ke sumber listrik bersih yang andal dari infrastruktur PLN.
“Produk utama kami dalam pengelolaan atribut hijau adalah Unit Karbon dan Renewable Energy Certificate. REC membantu pelaku usaha memiliki pengakuan resmi dan transparan bahwa listrik yang digunakan berasal dari energi baru terbarukan. Instrumen ini tidak hanya berfungsi sebagai fasilitas kepatuhan, tetapi juga membuka peluang percepatan dekarbonisasi di berbagai sektor industri,” jelas Evy.
Selain produk tersebut, PLN juga menawarkan peluang forward offtake untuk tiga proyek bersertifikasi Gold Standard dengan potensi penurunan emisi sekitar 1,5 juta ton CO₂e.
Salah satunya berasal dari proyek PLTS ground-mounted berkapasitas 50 megawatt (MW) yang dilengkapi baterai di Ibu Kota Nusantara (IKN).
“Peluang ini kami hadirkan sebagai bagian dari transformasi sektor ketenagalistrikan Indonesia menuju ekosistem energi yang lebih berkelanjutan, kompetitif, dan berdaya saing internasional. Dengan dukungan investor dan mitra teknologi, kita dapat mempercepat realisasi proyek-proyek strategis yang memberikan dampak nyata bagi pengurangan emisi,” pungkas Evy (Seremoadver).
[Redaktur: Ajat Sudrajat]