WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kebijakan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang membekukan 31 juta rekening tidak aktif atau dormant menjadi perhatian publik karena sejumlah warga mengalami pemblokiran tanpa pemberitahuan sejak Rabu (15/5/2025), meskipun perhatian besar baru muncul belakangan.
Pada Jumat (25/7/2025), melalui akun Instagram resminya, PPATK menjelaskan bahwa pemblokiran dilakukan untuk melindungi masyarakat dan menjaga sistem keuangan nasional sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Baca Juga:
Rekening Tak Terpakai 3 Bulan Bisa Diblokir, Ini Penjelasan PPATK
PPATK juga memastikan bahwa dana dalam rekening tetap aman dan dapat diakses kembali setelah proses verifikasi selesai, di mana masyarakat bisa menyampaikan keberatan dengan mengisi formulir daring yang tersedia.
Formulir pengaduan tersebut akan diverifikasi oleh pihak bank dan PPATK dalam waktu lima hingga dua puluh hari kerja, dan jika tidak ditemukan unsur kejahatan, rekening akan diaktifkan kembali.
Pada Selasa (29/7/2025), PPATK mengungkapkan bahwa mereka menemukan 140 ribu rekening dormant yang tidak aktif lebih dari 10 tahun dengan total dana mencapai Rp428,61 miliar, dan menjelaskan bahwa rekening-rekening ini rentan disalahgunakan untuk aktivitas ilegal.
Baca Juga:
Sound Horeg Dinilai Mengganggu, PBNU hingga Pemprov Jatim Serukan Penertiban
Selama lima tahun terakhir, PPATK menemukan bahwa rekening dormant kerap dijadikan sarana penampungan dana hasil kejahatan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab, baik dari dalam maupun luar institusi keuangan, tanpa diketahui pemilik asli karena tidak pernah dilakukan pengkinian data.
Pada Rabu (30/7/2025), PPATK mengumumkan bahwa mereka telah memblokir total 31 juta rekening dormant dengan akumulasi dana sebesar Rp6 triliun.
Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK, M. Natsir Kongah, mengatakan bahwa sebagian besar rekening tersebut telah menganggur lebih dari lima tahun, namun ia tidak merinci berapa yang terkait dengan tindak pidana.
Di hari yang sama, Presiden Prabowo Subianto memanggil Kepala PPATK Ivan Yustiavandana ke Istana, dan keesokan harinya PPATK mengumumkan bahwa 28 juta rekening telah dibuka kembali.
Namun, PPATK belum menjelaskan apakah rekening-rekening tersebut sudah melalui proses pemeriksaan menyeluruh, dan tidak ada kejelasan tentang status 3 juta rekening lain yang masih diblokir.
"Intinya langkah yang dilakukan oleh PPATK itu untuk melindungi nasabah agar rekeningnya tidak digunakan untuk tindak pidana," ujar Natsir saat menjelaskan alasan pembukaan kembali rekening yang sebelumnya dibekukan.
Kritik terhadap tindakan PPATK datang dari kalangan ahli, salah satunya ekonom senior Indef Didik J. Rachbini yang menilai bahwa lembaga tersebut telah melampaui batas kewenangan dan tidak menjalankan tugasnya secara profesional.
Didik menekankan bahwa PPATK bukanlah lembaga penegak hukum, melainkan lembaga intelijen keuangan yang seharusnya hanya melakukan analisis dan menyampaikan rekomendasi kepada aparat penegak hukum.
"Pejabat tidak kompeten seperti ini sebaiknya diberi sanksi tegas, baik peringatan atau diberhentikan, karena kelalaian fatal dan menunaikan tugasnya secara tidak profesional," tegas Didik dalam pernyataan tertulisnya pada Kamis (31/7/2025).
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]