Rendy menegaskan perubahan ini harus segera dilakukan. Sebab, realisasi belanja daerah yang lambat akan mempengaruhi kinerja perekonomian nasional.
Pasalnya, konsumsi masyarakat sebagai motor penggerak utama perekonomian tergantung pada kebijakan pemerintah daerah. Jika daerah cepat melakukan belanja seperti bantuan sosial, maka daya beli masyarakat bisa tetap terjaga dan perekonomian bisa tetap tumbuh kuat.
Baca Juga:
Kinerja Pendapatan Negara Tahun 2024 Masih Terkendali, Menkeu: Ada Kenaikan Dibanding Tahun 2023
Sebab, hanya pemda yang memiliki penduduk, sedangkan pemerintah pusat tidak. "Tentu dengan lambatnya realisasi ini akan ikut mempengaruhi kinerja pemulihan ekonomi karena beberapa pos belanja. Ini sebenarnya diperuntukkan untuk mendorong proses pemulihan ekonomi," terang dia.
Sementara itu, Direktur Celios Bhima Yudhistira mengungkap ada tiga penyebab banyak dana pemda yang terparkir di bank.
Pertama, siklus anggaran yang tidak berubah dari tahun ke tahun karena pemda tidak memiliki sense of crisis bahwa belanja penting untuk mendorong perekonomian dan menciptakan lapangan kerja. Hal ini tercermin dari anggaran yang umumnya dihabiskan menjelang pergantian tahun.
Baca Juga:
Hadiri Rakornas Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Tahun 2024, Menkeu: Awal Sinergi yang Baik
"Jadi, siklus anggaran yang nggak berubah. Semua ditumpuk di akhir tahun, Oktober, November, Desember, baru dilakukan eksekusi pencairan anggaran," kata Bhima.
"Ini bisa kita lihat nanti datanya, karena sudah masuk Desember baru dana diambil dari bank untuk belanja-belanja yang sebetulnya hanya seremonial, yang penting anggarannya bisa terserap. Nah, perilaku ini lah yang harus diubah," sambungnya.
Kedua, pemda disinyalir menikmati bunga deposito dari dana yang disimpan di perbankan tersebut. Padahal, sikap ini tidak baik bagi kondisi daerah maupun banknya sendiri.