"Mereka yang selamat dari pemboman tersebut kini menghadapi risiko kematian akibat kelaparan dan penyakit," kata Alexandra Saieh dari Save the Children.
"Tim kami bercerita tentang belatung yang menggerogoti luka, dan anak-anak yang menjalani amputasi tanpa obat bius," katanya lagi. Saieh juga menceritakan ratusan penduduk Gaza mengantre untuk "satu toilet" atau berkeliaran di jalanan untuk mencari makanan.
Baca Juga:
Kemlu RI Beberkan Proses Evakuasi WNI di Palestina Akan Melalui Sejumlah Rute
Kamar jenazah over-kapasitas
Setelah sempat gencatan senjata seminggu, yang ditandai pertukaran sandera Hamas dengan warga Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel, pemerintahan Benjamin Netanyahu terus melakukan pengeboman dan serangan darat, dan bersumpah untuk melenyapkan Hamas.
Ratusan ribu warga sipil telah meninggalkan Gaza utara untuk mencari perlindungan di selatan, tapi kemudian mereka juga dibom di sana.
Baca Juga:
AS Bakal kirim Beberapa Kapal Perang dan Pesawat Tempur di Dekat Wilayah Israel
"Tidak ada tempat yang aman di Gaza, dan kami telah melihat hal ini sejak arahan (Israel)... menyerukan orang-orang untuk meninggalkan Gaza utara ke selatan," kata Shaina Low dari Dewan Pengungsi Norwegia.
"Perintah Israel yang memaksa warga Palestina menumpuk di daerah padat penduduk di Gaza selatan, tanpa jaminan keselamatan atau kepulangan, jelas-jelas melanggar hukum kemanusiaan internasional."
Sandrine Simon dari badan amal Medecins du Monde (Dokter Dunia) bercerita tentang seorang rekannya yang terluka di kota Khan Younis di wilayah Selatan karena serangan tank pada sekolah tempat dia berlindung.