WahanaNews.co, Jakarta - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu membubarkan Kabinet Perang setelah pemimpin oposisi Benny Gantz mengundurkan diri.
Kabar ini diungkap oleh seorang pejabat kepada CNN yang tidak ingin disebutkan namanya.
Baca Juga:
Netanyahu Tawarkan Rp79 Miliar untuk Bebaskan Satu Sandera di Gaza
Pejabat tersebut menyatakan bahwa keputusan terkait konflik di Jalur Gaza akan kembali ke tangan kabinet keamanan utama pemerintah. Netanyahu akan mengadakan forum yang lebih kecil untuk menangani isu-isu sensitif.
Apa itu Kabinet Perang?
Kabinet Perang Israel dibentuk pertama kali pada 11 Oktober, lima hari setelah serangan Hamas pada 7 Oktober yang menewaskan sekitar 1.200 orang di Israel.
Baca Juga:
KTT Liga Arab dan OKI Sepakati Tekanan Global: Cabut Keanggotaan Israel dari PBB Segera!
Kabinet ini terdiri dari lima anggota: Netanyahu, Menteri Pertahanan Yoav Gallant, pemimpin oposisi Benny Gantz, serta dua pengamat Ron Dermer dan Gadi Eisenkot.
Pada awal pembentukannya, Netanyahu menyatakan bahwa kabinet perang akan memainkan peran kunci dalam menentukan waktu invasi darat ke Gaza, seperti dikutip dari The New York Times.
Menurut Deutsche Welle, kabinet perang ini dibentuk sebagai tanggapan atas serangan kelompok milisi Hamas, dengan Kabinet Keamanan Israel menempatkan negara dalam keadaan perang dan mengizinkan 'aktivitas militer yang signifikan' sebagai respons terhadap ancaman.
Peneliti dari Institut Urusan Internasional dan Keamanan Jerman, Peter Lintl, mengatakan bahwa kabinet perang dibentuk karena kabinet reguler Israel sangat pro-pemerintah, dan kabinet perang dianggap lebih seimbang bagi semua pihak di Israel.
Sebelum serangan Hamas dan pembentukan Kabinet Perang, pemerintahan Netanyahu sedang berada di ujung tanduk karena rencana reformasi peradilannya.
Merangkul semua pihak, termasuk oposisi, menjadi cara untuk meredakan situasi panas di negara itu.
"Kontroversi seputar reformasi peradilannya telah membuat Netanyahu kehilangan banyak dukungan," kata Lintl. "Serangan teror Hamas pada 7 Oktober hanya meningkatkan tekanan terhadapnya," lanjutnya.
Kabinet Perang memiliki lebih banyak legitimasi untuk membuat keputusan politik dan militer yang lebih luas mengenai operasi di Jalur Gaza.
Pada 9 Juni lalu, Gantz memutuskan keluar dari Kabinet Perang karena kecewa dengan Netanyahu yang tidak menyetujui rencana pascaperang di Gaza.
Tak lama kemudian, Gadi Eisenkot juga mengikuti langkah Gantz, meninggalkan kabinet yang hanya menyisakan Netanyahu, Gallant, Ron Dermer, dan Aryeh Deri sebelum akhirnya dibubarkan.
[Redaktur: Elsya TA]