WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kamboja telah secara resmi mengajukan permintaan kepada Mahkamah Internasional (ICJ) untuk menengahi sengketa perbatasannya dengan Thailand.
Permintaan ini muncul di tengah memanasnya hubungan kedua negara Asia Tenggara tersebut, sebagaimana diberitakan oleh Reuters pada Senin (16/6/2025).
Baca Juga:
Thailand-Kamboja Memanas Lagi, Dua Perbatasan Ditutup untuk Wisatawan
Situasi semakin genting setelah pasukan dari kedua negara dikerahkan ke wilayah perbatasan yang belum memiliki penetapan batas resmi.
Bentrokan yang terjadi pada 28 Mei lalu bahkan menyebabkan seorang tentara Kamboja tewas.
Perbatasan antara kedua negara terbentang sepanjang 820 kilometer, di mana sebagian besar masih dipersengketakan.
Baca Juga:
Warga Aceh Disekap dan Disiksa di Kamboja, Haji Uma Bertindak
Melalui unggahan di Facebook, Perdana Menteri Kamboja Hun Manet menyampaikan bahwa negaranya menginginkan penyelesaian damai melalui jalur hukum internasional.
"Penyelesaian sebaiknya dilakukan melalui mekanisme hukum internasional di ICJ," tulisnya.
Dalam unggahan tersebut turut ditampilkan foto Wakil Perdana Menteri Prak Sokhonn sedang memegang sebuah amplop, yang menurut informasi berisi surat resmi yang ditujukan ke ICJ di Den Haag.
Namun, isi surat tidak dipublikasikan secara terbuka.
Hingga kini, pemerintah Thailand belum memberikan respons resmi atas langkah Kamboja tersebut.
Sebelumnya, Bangkok telah menyatakan bahwa mereka tidak mengakui yurisdiksi ICJ dan lebih menyukai jalur negosiasi bilateral.
Negosiasi yang digelar akhir pekan lalu pun belum menghasilkan kesepakatan mengenai batas wilayah.
Meski begitu, kedua negara sepakat untuk menurunkan tensi konflik dan tetap melanjutkan perundingan.
Kamboja mengusulkan agar keempat wilayah yang dipersengketakan diserahkan sepenuhnya kepada ICJ dan tidak lagi dibahas melalui perundingan bilateral.
Walaupun Thailand masih menolak keterlibatan ICJ, Kamboja tetap berkeras untuk melanjutkan proses hukum secara sepihak.
Pemerintah Thailand sendiri dalam pernyataannya hanya menyebut rencana perundingan lanjutan terkait batas wilayah, tanpa menyinggung empat area sengketa maupun pengadilan internasional.
Pertemuan berikutnya dijadwalkan berlangsung di Thailand pada bulan September.
Hun Manet menekankan bahwa keempat wilayah tersebut merupakan area yang berisiko tinggi terhadap konflik bersenjata dan sangat kompleks dari sisi teknis.
Karena itu, menurutnya, “wilayah-wilayah tersebut tidak dapat diselesaikan melalui dialog bilateral saja.”
Ia juga mengingatkan bahwa “risiko bentrokan di daerah-daerah tersebut sangat tinggi.”
[Redaktur: Ajat Sudrajat]