Sebagian besar korban adalah orang-orang kelaparan yang berjalan kaki selama berjam-jam menuju lokasi yang dijaga militer.
Seorang pejabat senior PBB menyatakan pada 29 Juni bahwa mayoritas korban jiwa adalah mereka yang berusaha menjangkau lokasi bantuan dari Gaza Humanitarian Foundation (GHF), lembaga yang didukung Amerika Serikat.
Baca Juga:
115 Tewas Saat Tunggu Bantuan, WFP Kutuk Serangan Brutal Israel di Gaza Utara
Ironisnya, GHF justru menjadi simbol kontroversi.
GHF mulai mendistribusikan bantuan sejak akhir Mei 2025, namun model distribusinya dinilai tidak imparsial dan jauh dari aman.
“Setiap operasi yang menyalurkan warga sipil yang putus asa ke zona militer pada dasarnya tidak aman. Itu membunuh orang,” tegas Sekjen PBB Antonio Guterres.
Baca Juga:
Israel Hancurkan Satu-satunya Gereja Katolik Gaza, Reaksi Keras Datang dari Italia
Guterres menolak dorongan AS dan Israel agar PBB bekerja sama dengan GHF. Ia menuding skema distribusi tersebut memaksa pengungsian dan mempersenjatai bantuan kemanusiaan.
Sebaliknya, Kementerian Luar Negeri Israel justru menyalahkan PBB karena "berpihak pada Hamas" dan menuding lembaga internasional itu sengaja melemahkan operasi GHF.
Sementara itu, juru bicara GHF mengklaim tidak ada warga sipil yang tewas di atau dekat lokasi distribusi bantuan mereka. Namun, kenyataan di lapangan berbicara lain.