WahanaNews.co | Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, pada Jumat (11/3/2022), berkomentar tentang peluang Perang Dunia ketiga dan tuduhan Rusia memakai senjata kimia di perang Ukraina.
Biden bersumpah, Rusia akan menanggung akibat yang besar jika menggunakan senjata kimia di Ukraina, dan berjanji tidak memprovokasi Moskow ke dalam Perang Dunia III.
Baca Juga:
Ngeri! Infrastruktur Ukraina yang Rusak Akibat Perang Capai 2 Kuadriliun
Biden bereaksi setelah Rusia menuduh Ukraina dan AS mengembangkan senjata biologi dan kimia, yang menurut negara-negara Barat adalah tipu muslihat karena Rusia sendiri yang mungkin menggunakan senjata itu dalam konflik.
"Saya tidak akan berbicara tentang intelijen, tetapi Rusia akan menanggung akibat yang besar jika mereka menggunakan bahan kimia," kata Biden, saat mengumumkan serangkaian sanksi baru terhadap Moskow, dikutip dari AFP.
Atas permintaan Rusia, Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan darurat pada Jumat (11/3/2022), mengenai dugaan pembuatan senjata biologis di Ukraina.
Baca Juga:
Penasihat Zelensky Mundur Gara-gara Urusan Rudal Rusia
Biden hari itu juga mengakhiri hubungan perdagangan normal dengan Rusia, yang selanjutnya meningkatkan tekanan pada Presiden Vladimir Putin setelah invasi Rusia ke Ukraina.
Sementara itu, AS, seperti negara-negara Barat lain, mengirimkan senjata senilai jutaan dollar seperti rudal anti-pesawat dan anti-tank ke Ukraina, serta berbagi intelijen.
Namun, Biden sekali lagi menekankan bahwa tentara AS tidak akan berperang di Ukraina, terlepas dari permintaan mendalam dari banyak orang Ukraina.
“Kami tidak akan berperang melawan Rusia di Ukraina. Konfrontasi langsung antara NATO dan Rusia adalah Perang Dunia III, sesuatu yang harus kami cegah,” kata Biden.
Rusia sebelumnya telah menepis isu perang nuklir. Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov pada Kamis (10/3/2022), mengatakan, tidak percaya konflik di Ukraina akan berubah menjadi perang nuklir.
Namun, ia memperingatkan AS dan Eropa bahwa Rusia tidak ingin lagi bergantung pada Barat, meski ekonomi Rusia saat ini menghadapi krisis paling parah sejak kejatuhan Uni Soviet pada 1991.
Hal itu terjadi setelah Barat menjatuhkan sanksi berat pada hampir seluruh sistem keuangan dan perusahaan Rusia, setelah invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari 2022.
Saat ditanya oleh koresponden Kremlin untuk surat kabar Rusia Kommersant apakah perang nuklir dapat dipicu, Lavrov mengatakan, kepada wartawan di Turki, "Saya tidak ingin mempercayainya, dan saya tidak mempercayainya."
Menteri Luar Negeri Rusia di era kepemimpinan Presiden Vladimir Putin sejak 2004 itu menyatakan, isu nuklir dilemparkan ke dalam diskusi hanya oleh Barat, yang katanya terus mengungkit perang nuklir seperti Sigmund Freud, Bapak Psikoanalisis.
"Tentu saja itu membuat kami khawatir ketika Barat, seperti Freud, terus kembali dan kembali ke topik ini," kata Lavrov, setelah pembicaraan di Antalya, Turki, dengan Menteri Luar Negeri Ukraina, Dmytro Kuleba.
Rusia dan AS memiliki persenjataan hulu ledak nuklir terbesar setelah Perang Dingin, yang mengadu Barat melawan Uni Soviet dan sekutunya.
Putin pada 27 Februari memerintahkan pasukan nuklir Rusia untuk siaga tinggi, dengan alasan karena sanksi Barat dan pernyataan agresif para anggota terkemuka aliansi militer NATO. [gun]