Selain Rohingya, yang tidak termasuk dalam daftar penerima manfaat UU Amandemen Kewarganegaraan adalah komunitas Muslim dari negara-negara yang menjadi lokasi kekerasan, seperti Ahmadiyah di Pakistan, dan Hazara di Afghanistan.
"Kami juga menjadi korban persekusi agama, sama seperti warga tiga negara lain yang akan diberikan kewarganegaraan. Kami juga merupakan minoritas di Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Buddha. Namun pemerintah India tidak peduli terhadap kami hanya karena kami adalah Muslim," kata seorang aktivis hak asasi manusia Rohingya.
Baca Juga:
Sosok Sheikh Hasina, PM Bangladesh Kabur ke India yang Mundur-Kabur karena Demo
Nasib Makin Tak Jelas
Bagi etnis Rohingnya yang mengungsi ke India, UU ini telah membawa masa depan suram bagi mereka. Dalam sidang pekan lalu mengenai permohonan yang menentang deportasi warga Rohingya, pemerintah mengatakan kepada Mahkamah Agung bahwa kelompok tersebut tidak memiliki hak dasar untuk tinggal di India.
Melansir CNBC Indonesia, aktivis Rohingya menyebut bahwa hal itu keliru. Pasalnya mereka memiliki kartu pengungsi yang dikeluarkan oleh UNHCR tetapi pemerintah India mengklaim pihaknya tidak memiliki hak dasar untuk tinggal di India.
Baca Juga:
PM Bangladesh Undur Diri, Hasina Mengungsi ke India
Pernyataan ini ditentang keras oleh advokat Mahkamah Agung Colin Gonsalves. Ia mengatakan konstitusi India melindungi hak-hak kelompok Rohingya.
"Pengadilan tinggi memperjelas bahwa perlindungan terhadap kehidupan para pengungsi adalah hak konstitusional. Mereka dilindungi berdasarkan kebijakan non-refoulement atau non-return yang menyatakan bahwa seorang pengungsi tidak dapat dikirim kembali ke tempat dimana dia melarikan diri karena takut akan serangan fisik atau seksual," paparnya.
Sementara itu, aktivis pro-Rohingya, Salai Dokhar, khawatir deportasi warga Rohingya dapat membahayakan nyawa para pengungsi di tengah perang saudara di Myanmar yang muncul setelah kudeta militer di negara tersebut pada tahun 2021.