WAHANANEWS.CO, Jakarta - Amnesty International, organisasi nirlaba yang fokus pada hak asasi manusia (HAM), menyatakan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kini menjadi buronan setelah Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadapnya.
Sebelumnya, ICC juga mengeluarkan surat penangkapan untuk Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, terkait agresi pasukan Zionis di Palestina.
Baca Juga:
Lebanon Kian Terancam, Netanyahu Sesumbar Hantam Hizbullah Tanpa Ampun
Sekretaris Jenderal Amnesty, Agnes Callamard, dalam pernyataannya pada Kamis (21/11) mengungkapkan bahwa Netanyahu kini resmi menjadi buronan.
"Negara-negara anggota ICC dan komunitas internasional harus terus berusaha hingga mereka diadili oleh pengadilan yang independen," ujar Callamard.
Dia juga mendesak negara-negara anggota ICC serta sekutu-sekutu Israel untuk menghormati keputusan tersebut dengan menangkap Netanyahu dan menyerahkannya ke pengadilan.
Baca Juga:
Mengejutkan Dunia, Militer Israel Akui Ketidakmampuan Hancurkan Hamas
Langkah ICC ini secara teori membatasi pergerakan Netanyahu dan Gallant, karena mereka dapat ditangkap di salah satu dari 124 negara anggota ICC yang berkewajiban untuk mengeksekusi surat perintah tersebut.
Di sisi lain, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Joseph Borrell, menegaskan bahwa surat perintah penangkapan ICC terhadap Netanyahu dan Gallant bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan.
"Ini bukan keputusan politik, tetapi keputusan pengadilan internasional yang harus dihormati dan dilaksanakan," kata Borrell, mengutip AFP.
Sebagai informasi, ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan Gallant atas dugaan kejahatan perang yang terjadi di Gaza sejak 8 Oktober 2023.
Netanyahu sendiri diduga bertanggung jawab atas kelaparan sebagai metode perang serta kejahatan terhadap kemanusiaan seperti pembunuhan dan penganiayaan.
Selain itu, ICC juga mengeluarkan surat penangkapan untuk pemimpin Hamas, Ibrahim Al-Masri atau Mohammed Deif, terkait dugaan kejahatan perang dan kemanusiaan, termasuk pembunuhan massal dan pemerkosaan selama serangan 7 Oktober 2023 yang memicu perang Gaza.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]