WAHANANEWS.CO, Jakarta - Maoz Inon kehilangan kedua orangtuanya dalam serangan Hamas ke Israel pada Oktober 2023, namun alih-alih tenggelam dalam dendam, ia justru tampil sebagai salah satu suara paling lantang di Israel yang menyerukan rekonsiliasi dan pengakuan resmi bagi Negara Palestina.
Pengusaha pariwisata berusia 49 tahun itu telah lebih dari dua dekade terlibat dalam gerakan perdamaian, dan kini menyuarakan keyakinannya bahwa tragedi pribadi harus menjadi alasan untuk menghentikan siklus kebencian.
Baca Juga:
Langkah Bersejarah: Malta Umumkan Pengakuan Palestina di Sidang Umum PBB
“Dengan membalas dendam atas kematian, kita tidak akan menghidupkan mereka kembali. Kita hanya akan meningkatkan siklus kekerasan, pertumpahan darah, dan balas dendam yang telah menjebak kita, bukan sejak 7 Oktober, tetapi selama seabad,” kata Inon, Sabtu (21/9/2025).
Ia mengaku tidak terkejut ketika serangan itu terjadi, setelah bertahun-tahun menyaksikan pendudukan dan penindasan.
“Saya tahu ini akan meledak di hadapan kami. Saya tidak, bahkan dalam mimpi terburuk saya, (berpikir) saya akan menanggung akibatnya,” ujarnya di Tel Aviv, dikutip dari AFP.
Baca Juga:
Eric Cantona Ajak Fans Dunia Boikot Sepak Bola Israel
Gerakan yang kini ia jalankan bertajuk “Tidak untuk Perang – Ya untuk Pengakuan”, sebuah kampanye publik yang menggalang dukungan warga Israel untuk mendorong lahirnya pengakuan negara Palestina.
Petisi mereka telah ditandatangani lebih dari 8.500 orang, dengan target mencapai 10.000 tanda tangan sebelum Sidang Umum PBB digelar pekan depan.
“Mengakui negara Palestina bukanlah hukuman bagi Israel, melainkan langkah menuju masa depan yang lebih aman dan lebih baik, berdasarkan pengakuan dan keamanan bersama bagi kedua bangsa,” bunyi pernyataan dalam petisi tersebut.