WahanaNews.co | Komisaris
Tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Michelle
Bachelet, mengungkapkan pihaknya telah mengagendakan kunjungan ke China,
termasuk Xinjiang, pada tahun ini.
Baca Juga:
Kerap Diserang Israel, PBB Sebut Argentina Jadi Negara Pertama Tarik Pasukan dari UNIFIL
Bachelet berharap persyaratan lawatannya itu bisa rampung
agar bisa terlaksana sebelum tahun berganti.
"Saya terus berdiskusi dengan China untuk melakukan
kunjungan, termasuk akses ke daerah otonomi Uighur di Xinjiang dan berharap
dapat dicapai tahun ini, terutama karena laporan pelanggaran HAM serius terus
bermunculan," kata Bachelet dalam pembukaan sidang Dewan HAM PBB di
Jenewa, Swiss, seperti dilansir AFP pada Senin (21/6).
Xinjiang merupakan daerah otonomi di barat laut China yang
menjadi rumah mayoritas kaum Muslim Uighur, etnis minoritas yang diduga menjadi
target pelanggaran HAM sistematis Negeri Tirai Bambu.
Baca Juga:
RI-AS Kecam Kekerasan Terhadap Warga Sipil yang Berlanjut di Myanmar
Ini adalah pertama kalinya Bachelet secara terbuka
membeberkan rencana kunjungannya ke Xinjiang yang telah dinegosiasikan dengan
Beijing sejak September 2018.
Rencana kunjungan ini muncul ketika Bachelet tengah
menghadapi tekanan dari negara Barat yang mendesak menangani dugaan pelanggaran
HAM China terhadap etnis Uighur di Xinjiang.
Beberapa laporan organisasi pemerhati HAM internasional
menuding China menahan setidaknya satu juta etnis Uighur dalam penampungan
layaknya kamp konsentrasi.
Selain Uighur, dalam sidang di Jenewa, Bachelet mengatakan
kepada anggota Dewan HAM PBB bahwa UU Keamanan Hong Kong yang baru-baru ini
diterapkan China menjadi sorotan lembaganya.
Ia menganggap UU itu memiliki "dampak mengerikan" pada ruang
demokrasi dan media di wilayah bekas jajahan Inggris itu. Bachelet pun turut
menyinggung bahwa 107 orang telah ditahan berdasarkan UU tersebut.
"Ini akan menjadi ujian penting bagi independensi
peradilan Hong Kong dalam kesediaannya untuk menegakkan kewajiban Hong Kong di
bawah Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, sesuai dengan
Undang-Undang Dasar," kata mantan Presiden Chile tersebut. [qnt]