WahanaNews.co | Pekan ini, Irak akan menggelar pemilihan umum. Di antara kandidat yang mencalonkan diri adalah pemimpin salah satu milisi garis keras yang kuat di Irak, yang punya hubungan dekat dengan Iran dan pernah memerangi pasukan Amerika Serikat (AS), seperti laporan Associated Press, Rabu (6/10/2021).
Hussein Muanis berada dalam daftar panjang kandidat faksi Syiah dukungan Iran yang bersaing untuk kursi parlemen. Namun Muanis adalah orang pertama yang secara terbuka menyatakan berafiliasi dengan Kataib Hezbollah, atau Brigade Hizbullah, menandakan masuknya kelompok militan ke dalam ajang politik.
Baca Juga:
Dua Oknum ASN Pemkab Manokwari Disebut Bawaslu Langgar Netralitas
Kelompok ini ada dalam daftar organisasi teroris AS dan dituduh oleh pejabat AS menargetkan pasukan Amerika di Irak. Muanis sendiri dipenjara oleh AS selama empat tahun dari 2008 hingga 2012 karena memerangi pasukan AS.
“Masuknya kami ke politik adalah kewajiban agama. Saya memerangi penjajah secara militer dan sekarang saya akan memerangi mereka secara politik,” katanya, berbicara kepada The Associated Press baru-baru ini di kantornya di pusat Baghdad.
Muanis, 50, mengatakan dia melepaskan seragam milisinya demi politik dan sekarang memimpin gerakan politik yang disebut “Harakat Huqooq,” atau Gerakan Hak, yang menerjunkan 32 kandidat dan program pemilihan yang menekankan pada kepergian pasukan AS dari Irak.
Baca Juga:
KPU Bone Bolango Sosialisasikan Pembentukan Pantarlih untuk Pemilihan Bupati Tahun 2024
Kelompok Kataib Hezbollah beberapa kali diserang pasukan AS di dekat perbatasan Irak-Suriah.
Para pendukung Hussein Muanis, pemimpin Harakat Huqooq saat rapat umum sebelum pemilihan parlemen mendatang di Baghdad, Irak, Jumat, 3 September 2021. Muanis adalah pemimpin Kataeb Hezbollah, salah satu dari garis keras dan milisi kuat yang memiliki hubungan dekat dengan Iran
Pada Desember 2019, AS melakukan serangan atas pusat militer kelompok tersebut setelah menyalahkan mereka atas rentetan serangan roket yang menewaskan seorang kontraktor pertahanan AS di sebuah kompleks militer dekat Kirkuk di Irak utara.