"Warga Palestina telah melihat puluhan pemerintahan Israel
sepanjang sejarah--kanan, kiri, tengah, bagaimana pun mereka menyebutnya.
Tetapi seluruh pemerintahan tersebut selalu kejam ketika menyinggung hak-hak
kami warga Palestina, dan mereka semua memiliki kebijakan perluasan wilayah
yang keji," tutur Juru Bicara Hamas, Hazem Qassem.
Naftali Bennett, dalam pernyataan publiknya pada Kamis
(3/6), menyalahkan Palestina atas konflik antara kedua negara.
Baca Juga:
Kerap Diserang Israel, PBB Sebut Argentina Jadi Negara Pertama Tarik Pasukan dari UNIFIL
"Kebenaran harus diungkapkan: Permasalahan nasional
antara Israel dengan warga Palestina itu bukan atas wilayah. Warga Palestina
tidak mengakui keberadaan kita di sini, dan tampaknya, ini akan menjadi masalah
selama beberapa waktu ke depan," ungkap Bennett kepada stasiun televisi
Israel Channel 12.
Pergantian pemerintahan ini terwujud ketika Partai
Arab-Israel memutuskan bergabung dengan koalisi yang dibentuk oleh oposisi
Netanyahu, Yair Lapid dari Yesh Atid.
Ketua Ra"am (Partai Arab-Israel, United Arab List), Mansour
Abbas, mengungkapkan persetujuan koalisi ini akan membawa hingga lebih dari Rp
233 triliun untuk memperbaiki infrastruktur serta melawan kekerasan yang
terjadi di kota-kota Arab.
Baca Juga:
Netanyahu Tawarkan Rp79 Miliar untuk Bebaskan Satu Sandera di Gaza
Koalisi pemerintahan kali ini adalah yang pertama kalinya
melibatkan sebuah Partai Islam yang dipilih oleh anggota minoritas Arab di
Israel. Mereka adalah orang keturunan Palestina yang berkewarganegaraan Israel.
Akibat keputusannya, Abbas dikritik habis-habisan oleh warga
Palestina yang menyatakan bahwa Abbas berpihak pada musuh Palestina.
"Dia itu pengkhianat. Apa yang akan dia lakukan ketika
parlemen memintanya untuk menyumbangkan suara atas peluncuran perang baru di
Gaza?" tegas seorang warga di Gaza, Badri Karam.