"Mereka melakukan pengawasan sampai rombongan kapal selam Whiskey memasuki Selat Makassar," ungkap Okorokov.
Namun situasi paling menegangkan justru terjadi di detik-detik terakhir konflik Indonesia-Belanda. Ketika itu Operasi Djajawidjaja (rencana menginvasi Irian Barat secara besar-besaran) akan segera diluncurkan. Enam kapal selam pun diberangkatkan ke Bitung (Sulawesi Utara) sebagai persiapan menerobos perairan Irian Barat.
Baca Juga:
Lima Negara yang Dapat Menjadi Sekutu Indonesia dalam Perang Dunia ke-3
Persoalan muncul ketika ALRI tidak memiliki kru lagi untuk mengisi 6 kapal selam itu. Maka untuk mengantisipasi situasi tersebut, pemerintah RI memakai jasa ratusan kru kapal selam Angkatan Laut Uni Soviet. Mereka ada bukan saja sebagai instruktur, namun juga sebagai tenaga tempur aktif.
"Saya berangkat (ke Irian) bersama ratusan kru Uni Soviet untuk bertempur di Irian Barat," Kolonel (Purn) F.X. Soeyatno, salah satu eks anggota Korps Hiu Kencana ALRI.
Situasi tersebut memaksa Armada ke-7 Angkatan Laut Amerika Serikat untuk langsung memantau pergerakan kapal-kapal selam buatan Uni Soviet tersebut. Menurut Okorokov, kedua pihak bahkan sudah memegang posisi koordinat masing-masing.
Baca Juga:
Jokowi Katakan Harga Gandum dan Pupuk Naik Imbas Perang Ukraina dan Rusia
"Orang-orang Rusia di kapal-kapal selam ALRI malah sudah mempersiapkan diri untuk terlibat dalam pertempuran terbuka dan perang tanpa batas," ungkap Okorokov.
Beruntung Belanda mengikuti saran Amerika Serikat untuk menyelesaikan masalah Irian Barat ke meja perundingan di PBB. Otomatis kesepakatan itu menjadikan semua kekuatan bersenjata kedua negara pun ditarik ke pangkalan masing-masing hingga perang benar-benar tak terjadi.
Jika tidak, sudah dipastikan untuk kali pertama Perang Dunia III akan meletus di perairan Irian. [qnt]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.