Raed Radwan, warga Palestina berusia 50 tahun dari Kota Gaza, mengatakan keluarganya terus-menerus menghadapi krisis air.
“Kami memperoleh air dengan mengisi beberapa galon plastik dari salah satu klub di wilayah tempat kami tinggal, yang memompa air dari sumur pribadi setiap 3-4 hari sekali karena kekurangan bahan bakar,” ujarnya.
Baca Juga:
Nabil Abu Rudeineh: Persetujuan Bantuan AS ke Israel Seperti Pembunuhan Warga Palestina
Menurut dia, air yang didapat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya, sehingga memaksa mereka untuk mengurangi konsumsi.
“Sebelum perang, air ini hanya digunakan untuk mencuci piring dan membersihkan, tetapi saat ini kami menggunakannya untuk minum, yang telah menimbulkan berbagai penyakit mulai dari infeksi saluran cerna hingga penyakit ginjal dan dehidrasi,” ujarnya.
Ia mengecam sikap diam dunia atas apa yang dihadapi Palestina.
Baca Juga:
Menlu Iran Ledek Serangan Drone Israel: Mirip Mainan Bocah
Yusuf Hamad (25) yang melarikan diri dari Kota Beit Hanoun di timur laut ke salah satu pusat penampungan di Jabalia, mengatakan ribuan pengungsi menderita kondisi kesehatan akibat kelangkaan air.
"Kami telah menderita krisis air yang parah selama lebih dari tiga bulan, karena kami menerima jatah kecil setiap beberapa hari karena kekurangan bahan bakar," kata dia.
Dia mengatakan kekurangan air menyebabkan sebagian besar pengungsi, terutama anak-anak, tertular penyakit pencernaan dan kulit karena kurangnya kebersihan.