Dia telah mengajukan permohonan untuk
kembali ke Myanmar agar dapat berbicara dengan pemimpin militer, sekaligus
bertemu dengan perwakilan anggota parlemen yang digulingkan, termasuk Suu Kyi
dan Presiden Win Myint.
Christine mengaku memiliki beberapa
ide yang akan didiskusikan dengan militer, namun dia tidak merinci apa ide
tersebut.
Baca Juga:
Bertahan di Rakhine, Etnis Rohingya Seolah Hidup Tanpa Harapan
Sayangnya, militer belum mengizinkan
Christine kembali ke Burma, karena momen yang dirasa belum tepat.
"Saya sangat berharap bisa mengunjungi
Myanmar secepat mungkin. Saya tidak memiliki solusi untuk masalah ini, tapi
saya punya beberapa ide yang ingin saya diskusikan," ucap dia.
Selama tiga tahun menjadi utusan
khusus PBB, Christine mengatakan kepada Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB
bahwa kudeta dapat terjadi kapan saja di Naypyidaw.
Baca Juga:
Aung San Suu Kyi Divonis 6 Tahun Penjara
Hal itu disebabkan konstitusi Myanmar
yang dirancang oleh Tatmadaw, sebutan untuk militer Myanmar,
sehingga memberi mereka kendali luar biasa atas pemerintahan.
Selain memiliki hak atas 25 parlemen, militer
juga memiliki wewenang untuk mengangkat beberapa menteri.
"Saya selalu merasa dia berada di
ujung tanduk berurusan dengan tentara," kata Christine, menyinggung
pemimpin yang pernah meraih Nobel Perdamaian itu. [dhn]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.