WahanaNews.co | Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyampaikan rasa terima kasih kepada Amerika Serikat (AS) karena sudah mengirimkan kendaraan lapis baja penghancur tank dalam paket bantuan militer.
Zelensky mengatakan kendaraan tersebut sangat dibutuhkan bagi pasukan Ukraina yang terkunci dalam pertempuran melawan pasukan Rusia. Mengutip AP, paket bantuan tersebut mencapai US$3,75 miliar.
Baca Juga:
Rusia Gempur Kherson dengan 71 Rudal di Malam Natal
Paket bantuan militer AS yang terbaru merupakan terbesar hingga saat ini untuk Ukraina. Untuk kali pertama, AS turut mengirimkan 50 tank serbu, Kendaraan Tempur Bradley serta 500 rudal anti-tank.
Selain AS, Jerman juga mengumumkan akan memasok sekitar 40 Marder, kendaraan tempur lapis baja untuk mengangkut pasukan Ukraina. Kemudian, Prancis juga menjanjikan mengirim tank AMX-10 RC sebagai bala bantuan untuk Ukraina.
Hal ini memberi sinyal kuat Ukraina dapat mengandalkan bantuan Barat untuk melawan Rusia.
Baca Juga:
Makin Runyam! Polandia-Ukraina Cekcok Gara-gara Pidato Zelensky
"Untuk pertama kalinya kami akan mendapat kendaraan lapis baja Bradley-inilah yang dibutuhkan. Senjata dan amunisi baru, termasuk presisi tinggi, roket baru, drone baru, ini tempat waktu dan kuat," kata Zelensky dalam pidatonya Jumat malam seperti dilansir dari CNN (Minggu/8/1).
Dalam pidatonya, Zelensky menyampaikan terima kasih kepada Presiden AS Joe Biden hingga anggota parlemen AS, dan "semua orang Amerika yang menghargai kebebasan dan mengetahui kebebasan layak dilindungi."
Sejumlah pejabat Ukraina mengecam 36 jam gencatan senjata yang dideklarasikan Rusia secara sepihak. Mereka menilai ini hanya taktik dan diabaikan oleh beberapa pasukan Moskow yang terus maju, bahkan pejabat Ukraina melaporkan serangan Rusia di wilayah Dnipropetrovsk dan Zaporizhzhia pada Sabtu kemarin.
Namun, Kementerian Pertahanan Rusia bersikeras pasukannya di sepanjang garis depan mengamati gencatan senjata yang diperintahkan Kremlin, tapi membalas tembakan ketika diserang.
Sebelumnya Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan gencatan senjata selama dua hari saat perayaan Natal bagi umat Kristen Ortodoks sejak Jumat (6/1) hingga Sabtu (7/1). Gencatan senjata ini diusulkan oleh Kepala Gereja Ortodoks Rusia yang berpihak pada Kremlin, Patriarch Kirill.
Namun, Ukraina menolak gencatan senjata tersebut dan menilai hal itu sebagai taktik Rusia untuk mengulur waktu bagi pasukan berkumpul kembali.
Di wilayah Luhansk, Gubernur Serhiy Haidai melaporkan serangan Rusia yang terus berlanjut. Dalam sebuah unggahan di Telegram pada Jumat, Haidai mengatakan dalam tiga jam pertama gencatan senjata, pasukan Rusia masih menembaki Ukraina 14 kali dan menyerbu satu pemukiman.
Namun, klaim tersebut tidak dapat diverifikasi secara independen.
Otoritas Ukraina pada Sabtu juga melaporkan serangan di tempat lain dalam 24 jam sebelumnya, meskipun tidak jelas apakah pertempuran itu terjadi sebelum atau setelah gencatan senjata. [ast]