Dirinya mengutarakan, tidak sedikit pasien yang menyampaikan bahwa kulitnya baik-baik saja meski terpapar polusi udara, karena di awal masih bisa ditangani oleh flora normal. Tetapi, apabila flora normal ini gagal memberikan perlindungan, pasien akan merasakan berbagai keluhan.
"Pertama-tama, keluhannya adalah kulit kering. Ini adalah efek domino pertama dari paparan polusi udara, yakni transepidermal water loss (TEWL) atau jumlah air yang menguap dari kulit akan meningkat. Jadi, kulit akan semakin kering," imbuhnya.
Baca Juga:
Biaya Pengobatan Penyakit Pernapasan Akibat Polusi Udara Mencapai Triliunan Rupiah untuk BPJS
Untuk itu, Benny berpesan agar masyarakat tidak melupakan tiga perawatan dasar pada kulit yakni membersihkan, melembabkan, dan melindungi kulit dari paparan sinar ultra violet.
"Mandi dengan air suam-suam kuku sesuai dengan suhu tubuh, melembabkan dengan pelembab yang tidak mengandung pewangi, dan melindungi kulit dengan tabir surya minimal SPF 30 dan PA++," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menyatakan bahwa KLHK telah menerapkan modifikasi cuaca berupa hujan buatan hingga uji emisi untuk mengatasi polusi udara.
Baca Juga:
Tekan Polusi Udara, PLN UID Jakarta Raya dan Sudin Lingkungan Hidup Jakpus Gelar Uji Emisi Kendaraan Operasional
"Terhadap situasi (polusi) seperti ini, kita lakukan hujan buatan di lokal sehingga udaranya jadi dibersihkan. Kita sudah minta hari ini atau besok itu sudah dilakukan, harus ada hujan buatan, agar sedikit membersihkan," kata Menteri LHK di Jakarta, Senin (21/08/23).
[Redaktur: Sandy]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.