“Komisi IX DPR mendorong Pemerintah lebih serius dalam mengalokasikan anggaran mengenai proses pengangkatan anak. Karena sebenarnya ada banyak pasangan menikah yang bersedia mengadopsi anak tapi terhalang karena persoalan-persoalan administrasi seperti ini,” ujar Arzeti.
Lebih lanjut, Arzeti menyoroti adanya praktik-praktik perdagangan anak melalui sindikat luar negeri. Sebab ada juga beberapa kasus ditemukan perdagangan bayi hingga ke luar negeri.
Baca Juga:
Polisi Rapat Dengan DPR, Keluarga Pertanyakan Motor Merah yang Diklaim Ditumpangi Gamma
Arzeti pun khawatir dengan nasib bayi-bayi yang ditampung di tempat tidak semestinya oleh kelompok sindikat perdagangan anak.
“Kita harus serius menangani permasalahan ini. Pemerintah juga harus memastikan nasib anak-anak yang tidak jadi diadopsi. Harus ada jaminan keselamatan untuk bayi atau anak yang menjadi korban perdagangan oleh pihak tidak bertanggung jawab,” ucapnya.
Sebagai informasi, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat kasus perdagangan bayi dalam tiga tahun terakhir mengalami kenaikan, meski di tahun 2022 terjadi penurunan.
Baca Juga:
Gulung Judi Online, DPR Usul TNI Ikut Terlibat
Di tahun 2020 terdapat 213 kasus, tahun 2021 terdapat 406 kasus dan tahun 2022 terdapat 219 kasus.
Sedangkan, Komnas Perlindungan anak mengurai pada tahun 2021 terdapat 11 kasus perdagangan anak dan bertambah pada tahun 2022 dengan 21 kasus.
Oleh karena itu, Arzeti meminta sinergitas dari seluruh stakeholder dalam memerangi kasus perdagangan bayi. Ia berharap dengan kerja sama dan upaya pemangku kebijakan serta kontribusi dari masyarakat, praktik penjualan bayi tidak semakin meraja rela.