Praktik seperti itu di antaranya terjadi di Probolinggo, Jawa Timur, di mana sebuah klinik yang dikeloka dokter kandungan diduga kuat menerima layanan adopsi anak.
Dalam investigasi yang sama, praktik serupa juga terjadi di sebuah klinik bidan di Cilincing, Jakarta Utara.
Baca Juga:
Polisi Rapat Dengan DPR, Keluarga Pertanyakan Motor Merah yang Diklaim Ditumpangi Gamma
Terdapat laporan seorang ibu yang terindikasi dipaksa pihak klinik menyerahkan bayinya lantaran tidak mampu membayar biaya persalinan. Sang ibu tidak kuasa menolak desakan bidan yang bekerja di klinik tersebut hingga akhirnya menandatangani surat adopsi anaknya.
Arzeti mendorong Pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes), untuk mengawasi ketat faskes-faskes pelayanan persalinan di seluruh daerah. Baik itu klinik pribadi atau rumah sakit agar tidak lagi terjadi adanya kasus perdagangan bayi bermodus adopsi.
“DPR tidak akan tinggal diam terkait hal ini. Kami menuntut tindakan dari Pemerintah dan penegak hukum. Kejahatan tersebut sangat sistematis dan merupakan sindikat jaringan. Memanfaatkan kejadian kehamilan di luar nikah dan ketidakmampuan masyarakat membayar persalinan, sangat tidak bisa ditolerir,” jelas Arzeti.
Baca Juga:
Gulung Judi Online, DPR Usul TNI Ikut Terlibat
Kepada para calon orangtua yang sedang menantikan kehadiran buah hati, Arzeti mengimbau untuk mengikuti aturan yang berlaku jika ingin menempuh jalur adopsi.
Hal yang sama juga berlaku bagi perempuan yang melahirkan anak di luar nikah, dan memutuskan menyerahkan anaknya untuk diadopsi orang lain.
“Tidak ada pembenaran untuk menjual bayi, apapun alasannya. Apabila memang hendak menyerahkan anak untuk diadopsi, gunakan cara-cara benar yang legal,” kata dia.