Sisa itu juga kecil kemungkinannya mengalir ke sungai hingga laut.
”Kalau lihat kajian-kajian sebelumnya, pencemaran parasetamol tidak akut. Tapi, sebaiknya jangan jadikan temuan ini business as usual karena kalau terakumulasi di lingkungan bisa menganggu pencernaan mikroorganisme, yang juga terkait dengan sistem lingkungan,” ujarnya.
Baca Juga:
Pencemaran Paracetamol di Sungai Citarum 2 Kali Lipat Lebih Tinggi dari Teluk Jakarta
Ia menilai, perubahan bisa dimulai dari masyarakat.
Konsumsi parasetamol di Indonesia belum dibatasi seperti di beberapa negara lain karena kerap disalahgunakan untuk alat percobaan bunuh diri.
Menurut Ikatan Apoteker Indonesia, yang mengutip Badan Pusat Statistik, industri farmasi nasional mengimpor 7.000 ton parasetamol per tahun.
Baca Juga:
Cemari Laut Jakarta dengan Paracetamol, 2 Perusahaan Ini Belum Diberi Sanksi
Selain itu, masyarakat juga dinilai belum paham cara mengelola sampah farmasi.
Menurut panduan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), obat berbentuk pada baiknya dibuang dalam kemasan tertutup, obat semipadat bisa ditimbun, lalu obat cair bisa diencerkan dengan air sebelum dilepas ke saluran air yang mengalir.
”Kita harus mengubah paradigma masyarakat. Masyarakat jangan ingin serba instan, kalau sakit sedikit minum parasetamol. Lalu, sosialisasi kepada masyarakat bahwa kalau mau hidup bersih, sehat, dan nyaman, setiap individu perlu peduli lingkungan dari hal kecil seperti membuang sampah,” katanya.