WahanaNews.co | Kasus persetubuhan anak di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, ditegaskan Konsultan Yayasan Lentera Anak Reza Indragiri Amriel sejatinya adalah perkosaan sehingga pelaku dapat dihukum maksimal hingga ancaman pidana mati.
"Persetubuhan dengan anak, dalam istilah asing adalah statutory rape. Rape adalah pemerkosaan," kata Reza dalam keterangannya di Jakarta melansir Antara, Jumat (2/6/2023).
Baca Juga:
Pengamat Desak Polisi Buka Catatan Kejahatan Kekasih Tamara Tyasmara
Dari sisi istilah dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, kata pakar psikologi forensik ini, adalah persetubuhan dan pencabulan. Kosakata pemerkosaan tidak digunakan pada undang-undang tersebut.
Reza menjawab kerisauan sejumlah pihak terkait dengan pernyataan Polda Sulawesi Tengah yang mengatakan bahwa kasus persetubuhan anak di bawah umur terhadap RO (15) itu adalah persetubuhan anak, bukan perkosaan.
Ia menegaskan bahwa kasus tersebut adalah perkosaan karena istilah statutory rape dipakai untuk mempertegas sekaligus membedakannya dengan rape. Pada rape, kehendak dan persetujuan kedua pihak ditinjau.
Baca Juga:
Masuk Akpol, Pakar Sarankan Anak Ferdy Sambo Bayar Jasa Kak Seto
Rape hanya terjadi ketika salah satu pihak tidak berkehendak dan tidak bersepakat akan persetubuhan yang mereka lakukan. Hal sedemikian rupa tidak berlaku pada anak-anak.
Kendati anak dianggap berkehendak dan bersepakat, serta-merta kedua hal tersebut ternihilkan. Anak tetap dianggap tidak berkehendak dan tidak bersepakat.
Dengan demikian, apa pun suasana batin anak ketika disetubuhi, serta-merta anak disebut sebagai korban pemerkosaan atau korban persetubuhan.