Raya yang beberapa menghadapi situasi sulit, sempat mengalami demam. Tidak ada pertanggungjawaban dari perusahaan agensi. Raya menanggungnya sendiri.
"Berat karena dipindah-pindahkan terus karena berada menunggu tempat terbuka. Sebanyak sembilan kali saya dipindahkan," ujarnya.
Baca Juga:
Resmob Polda Sulut Tangkap Tiga Terduga Pelaku Perdagangan Orang di Manado
Lebih juga Raya juga sempat dieksploitasi sebagai kuli bangunan. Ia membantu merenovasi apartemen pribadi milik agensi bernama Ana. Raya mendapat gaji 77 Euro dari bekerja selama bulan Oktober. Lalu, mendapatkan 2200 Euro dari bekerja selama bulan November.
"Tetapi harus potong pajak akomodasi sekitar 1100 Euro. Saya kalkulasikan, banyak yang tidak sesuai (kontrak)," kata Raya.
Setelah serangkaian eksploitasi itu, Raya kembali ke Indonesia pada akhir Desember. Bukan untung, ia malah terjerat utang sebesar 450 Euro atau sekitar Rp7,6 juta. Bahkan teman Raya sesama mahasiswa Universitas Jambi, ada terjerat utang sampai puluhan juta rupiah.
Baca Juga:
Polres Mukomuko Ungkap Praktik Prostitusi Terselubung di Panti Pijat Koto Jaya
Ada sekitar 80 mahasiswa Universitas Jambi yang mengikuti program magang yang ternyata skema eksploitasi di Jerman. Secara keseluruhan, ada 1.047 mahasiswa dari 33 universitas di Indonesia menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) tersebut.
Sementara itu, Rektor Universitas Jambi Helmi menyampaikan pihaknya sedang melakukan kajian mendalam dan investigasi atas kasus tersebut. Ia pun mengatakan kampus telah menyediakan bantuan dan pendampingan dalam bentuk apa pun bagi mahasiswa
"Serta melakukan tindakan monitoring dan mendukung pihak berwajib untuk menindaklanjuti kasus ini," kata Helmi.