WahanaNews.co | Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi atau judicial review terhadap sejumlah pasal dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), satu di antaranya terkait dengan sistem proporsional terbuka.
Putusan itu tidak bulat sebab hakim konstitusi Arief Hidayat berbeda pendapat atau dissenting opinion. Hanya delapan hakim konstitusi yang mengambil keputusan dalam gugatan ini.
Baca Juga:
Dua Oknum ASN Pemkab Manokwari Disebut Bawaslu Langgar Netralitas
Dalam sidang yang turut disiarkan secara daring, MK membeberkan secara gamblang beragam argumentasi membantah permohonan pemohon perkara nomor: 114/PUU-XX/2022 yang diajukan salah satunya oleh Kader PDI-Perjuangan bernama Demas Brian Wicaksono.
Berikut sejumlah argumentasi MK tetap mempertahankan sistem proporsional terbuka dalam pemilu:
Argumentasi terhadap alasan sistem proporsional terbuka membahayakan NKRI dan merusak ideologi Pancasila
Baca Juga:
Tok! MK Putuskan Sistem Pileg 2024 Terbuka
Berkaitan dengan kedaulatan yang sepenuhnya berada di tangan rakyat dan dijalankan sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, hakim konstitusi Enny Nurbaningsih menyatakan sistem pemilu menjadi sebuah rujukan yang sangat berharga bagi terbentuknya pemerintahan yang demokratis.
Atas pemikiran tersebut, kata Enny, sistem pemilu harus dirancang sedemikian rupa untuk membangun kehidupan demokrasi yang baik.
"Dalam kaitan ini, sistem pemilihan umum sepanjang dipagari dengan prinsip-prinsip yang dapat membatasi pelaku atau aktor politik tidak merusak ideologi negara, in casu ideologi Pancasila, maka sistem pemilihan umum demikian tidak perlu dikhawatirkan akan membahayakan keberadaan sekaligus keberlangsungan ideologi negara," kata Enny.