Saldi menegaskan partai politik hingga kini tetap memiliki peran sentral dalam menentukan dan memilih calon anggota DPR/DPRD yang dipandang dapat mewakili kepentingan, ideologi, rencana dan program kerja partai politik yang bersangkutan.
Dalam hal terdapat calon anggota DPR/DPRD yang dinilai pragmatis sehingga tidak mampu menerjemahkan ideologi, visi misi dan cita-cita partai politik yang dalam batas penalaran wajar dapat mengancam upaya mencapai kesamaan cita-cita dalam memperjuangkan dan membela partai politik, anggota, masyarakat, bangsa dan negara, seyogianya partai politik tidak mengajukan yang bersangkutan sebagai calon anggota DPR/DPRD.
Baca Juga:
Dua Oknum ASN Pemkab Manokwari Disebut Bawaslu Langgar Netralitas
"Bahkan jika terlanjur diajukan sebagai bakal calon, partai politik dapat meninjau atau mempertimbangkan kembali pencalonannya sebelum ditetapkan dalam daftar calon tetap," kata Saldi.
Argumentasi terhadap alasan sistem proporsional terbuka memunculkan praktik politik uang
Saldi menyatakan praktik politik uang sama-sama berpotensi terjadi pada sistem pemilu apa pun seperti proporsional terbuka maupun tertutup. Saldi menuturkan yang seharusnya diperhatikan ialah mitigasi terhadap praktik politik uang dalam pemilu. Ia setidaknya mempunyai tiga catatan perihal langkah konkret mencegah politik uang.
Baca Juga:
Tok! MK Putuskan Sistem Pileg 2024 Terbuka
Pertama, partai politik dan calon anggota DPR/DPRD harus memperbaiki dan meningkatkan komitmen untuk menjauhi dan bahkan sama sekali tidak terjebak dalam politik uang di setiap tahapan penyelenggaraan pemilu.
Catatan kedua, penegakan hukum harus benar-benar dilaksanakan terhadap setiap pelanggaran pemilu khususnya pelanggaran yang berkenaan dengan politik uang tanpa membeda-bedakan latar belakang baik penyelenggara maupun peserta pemilu.
Khusus untuk calon anggota DPR/DPRD yang terbukti terlibat dalam praktik politik uang harus dibatalkan dan diproses secara hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.