Suharso menilai bahwa jika tidak ada perubahan aturan, risiko-risiko yang dapat muncul meliputi ketidakmampuan otoritas dalam mengelola lahan dengan efektif dan optimal, yang pada gilirannya akan mempengaruhi minat dan kepercayaan investor.
Tanpa pengendalian aset dalam penguasaan menjadi barang milik otorita, OIKN dan badan usaha milik otorita juga akan sulit kerja efisien mengelola aset di wilayahnya.
Baca Juga:
Destinasi Hits Terbaru Indonesia, 5.000 Wisatawan Serbu IKN Setiap Hari
Kepemilikan maupun penguasaan tanah pribadi oleh masyarakat juga akan tidak diakui di wilayah IKN, serta investor yang minat di IKN tidak dapat terjaring sebanyak yang diharapkan
Untuk perubahan pengelolaan keuangan dalam hal anggaran yang diatur dalam pasal 24B harus diubah karena kedudukan OIKN sebagai pengguna barang dan anggaran menyebabkan tidak leluasa mengelola barang dan pembiayaan sehingga perubahan diperlukan untuk memberi kewenangan OIKN sebagai pengelola anggaran dalam kedudukannya sebagai pemerintah daerah khusus.
Terkait perubahan pengelolaan keuangan dalam hal pengelolaan barang juga diubah untuk memberi kewenangan OIKN sebagai pengelola barang dalam kedudukannya sebagai pemda khusus.
Baca Juga:
Prabowo Lantik Basuki Hadimuljono sebagai Kepala OIKN
Sementara itu, terkait dengan pembiayaan diperlukan pengalihan kedudukan otorita dari pengguna menjadi pengelola anggaran barang agar otorita lebih mandiri serta memperoleh pembiayaan bagi kegiatan 4P secara mandiri.
Peralihan dari pengguna menjadi pengelola anggaran dan barang dilakukan dalam masa transisi ketika OIKN mulai bertindak menjadi pemdasus pengelolaan keuangannya tidak langsung menjadi pengelola keuangan pemdasus maka transisi tersebut menjadi rangka untuk menilai OIKN mengelola keuangan pemdasus.
"Risikonya jika tidak diubah OIKN tidak leluasa mengelola keuangannya sendiri sebagai pemdasus karena masih berkedudukan pengguna anggaran barang dan belum diatur peran pengelolaan keuangannya sebagai pemdasus.