Sementara itu, Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan bahwa sebanyak 23 provinsi tercatat mengalami deflasi beras, tiga provinsi stabil, dan hanya 12 provinsi yang masih mengalami inflasi untuk komoditas tersebut.
Kondisi ini menandakan ketersediaan beras di lapangan cukup terjaga berkat meningkatnya pasokan serta stabilnya produksi di tingkat petani.
Baca Juga:
Tito Karnavian Gelar Rapat Darurat Bahas Tata Kelola MBG dan Dapur Bermasalah
“Tren ini menandai perbaikan signifikan dimana berdasarkan historis, dalam lima tahun terakhir, beras mengalami inflasi pada Oktober tahun 2022 dan 2023, sedangkan pada Oktober 2021, 2024, dan 2025 mengalami deflasi,” kata Amalia.
Lebih lanjut, data BPS juga mencatat inflasi umum pada Oktober 2025 berada di level 0,28 persen dengan inflasi tahunan mencapai 2,86 persen, yang masih tergolong dalam kisaran aman.
Menariknya, sektor pangan justru menjadi penopang utama pengendalian inflasi, ketika beberapa komoditas lain seperti emas perhiasan menunjukkan kenaikan harga cukup tajam.
Baca Juga:
Anggaran TKD Dipangkas, Pemerintah Andalkan Koperasi Merah Putih Perkuat Desa
“Deflasi beras secara bulanan (m-to-m) pada Oktober 2025 lebih dalam dibandingkan dengan September 2025,” ucap Amalia.
Secara keseluruhan, inflasi kelompok makanan, minuman, dan tembakau masih menjadi penyumbang utama inflasi nasional, disusul sektor transportasi serta restoran dan jasa makanan-minuman.
Namun demikian, penurunan harga beras telah memberikan efek penyeimbang yang signifikan, membantu menahan laju kenaikan harga bahan pangan lain dan menjaga stabilitas ekonomi masyarakat.