Lebih jauh, Gabriel memaparkan tiga poin penting dalam delivery strategy atau desain implementasi shared outcomes.
Pertama, setiap program prioritas harus mengikuti alur aligned vision yang telah disepakati.
Baca Juga:
Indonesia Tegaskan Komitmen di COP30, PLN Siap Pimpin Transisi Menuju NZE 2060
Kedua, prinsip distribusi kinerja harus merata ke seluruh unit organisasi secara tuntas sehingga peran tiap unit dapat terukur.
Hal ini, katanya, memunculkan sejumlah pertanyaan dasar: “Siapa melakukan apa? Siapa menghasilkan apa? Kapan? Dengan parameter atau indikator apa?” Seluruhnya menjadi acuan dalam menyusun distribusi beban kinerja dan tanggung jawab organisasi.
Ketiga, ia menyoroti penguatan kerangka NATO Nodality (pengelolaan data, informasi, dan pengetahuan), Authority (kejelasan kewenangan dan aktor), Treasure (alokasi sumber daya yang mengikuti target kinerja), serta Organization (kejelasan struktur unit pelaksana).
Baca Juga:
Pemerintah Genjot Gerakan Nasional TOS TBC, Targetkan Penurunan Kasus Signifikan pada 2025
Mengakhiri paparannya, Gabriel kembali menegaskan pentingnya sinergi dan kolaborasi. Ia menilai bahwa koordinasi saja tidak memadai.
Paguyuban PANRB perlu mulai menerapkan co-planning dalam penyusunan Renstra, Renja, dan RKA agar aligned vision benar-benar dirumuskan bersama.
"Jadi bener-benar co-planning dan co-design. Yang sifatnya shared outcomes atau aligned vision itu dibuat secara bersama sama. Untuk kemudian dibagi dan disesuaikan dengan mandat organisasi masing-masing," jelasnya.