Seperti pertama; terkait relasi kuasa, mengapa sebagai Putri sebagai korban yang notabene adalah “bos” dari terduga pelaku, yaitu Brigadir Josua, tak bertindak dengan melaporkan langsung kepada suaminya yang juga Kadiv Propam agar segera dapat diambil tindakan.
Kedua; tidak membuat laporan pengaduan kepada pihak Kepolisian di Magelang, karena dasar laporan dapat menjadi bukti tuduhan yang kuat untuk menjebloskan pelaku.
Baca Juga:
Ferdy Sambo Dieksekusi ke Lapas Salemba, Putri Candrawathi di Pondok Bambu
Ketiga; korban masih berkomunikasi secara personal setelah kejadian kasus pelecehan tersebut. Lazimnya korban pelecehan seksual akan menghindari untuk bertemu kembali dengan pelaku.
Sehingga hal ini menguatkan dugaan banyak orang bahwa hal tersebut semakin menguatkan asumsi publik bahwa sebenarnya pelecehan seksual yang dituduhkan Putri tak pernah terjadi.
Keempat; tak ada upaya mendorong penyidikan dengan menggunakan tes DNA atas barang bukti kasus, jika pelaku sudah meninggal.
Baca Juga:
MA Vonis Ferdy Sambo Jadi Seumur Hidup, Kamaruddin Duga ada Lobi-lobi Politik
Kelima; pelaku masih bersama selama perjalanan menuju Jakarta dari Magelang. Keenam; pada hari ketika tuduhan pelecehan itu terjadi pada tanggal 4 Juli 2022, justru Putri masih berkomunikasi dengan Brigadir Josua dan adiknya dengan penuh kekeluargaan.
Ketika dikonfrontir, barulah tanggal kejadian itu dialihkan menjadi tanggal 7 Juli. Sampai di sini saja sudah cukup menarik versi skenario dramanya. Dengan beberapa catatan yang melemahkan tuduhan itu, mestinya penyidik Polri mendorong lebih jauh proses pemeriksaannya, seperti yang biasa dilakukan dalam menyingkap kasus.
Peristiwa dan laporan Putri itulah yang mendasari motif Ferdy Sambo membunuh Brigadir Josua. Merujuk pada dakwaan JPU, mantan Kadiv Propam Polri itu sangat marah untuk selanjutnya berencana membunuh Brigadir Josua setelah mendengar laporan dari Putri bahwa dirinya dilecehkan secara seksual oleh Brigadir Josua.