WahanaNews.co | Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) mengalami penguatan seiring dengan kenaikan bursa global jelang
Pemilihan Presiden AS pada 3 November 2020.
Di sisi
lain, penandatanganan UU Cipta Kerja oleh Presiden
Joko Widodo juga memberikan
sentimen positif terhadap iklim investasi.
Baca Juga:
MK Putuskan Libur 1 untuk 6 Hari dalam UU CiptaKerja Bertentangan dengan UUD
Pada
perdagangan Selasa (3/11/2020) sesi I, IHSG naik 0,68 persen atau 34,83 poin menjadi
5.149,96, setelah bergerak di rentang 5.131,95 -
5.155,66. Terpantau 264 saham menguat, 137 saham melemah, dan 173 saham
stagnan.
Kapitalisasi
pasar di Bursa Efek Indonesia pun tembus Rp 6.000
triliun, tepatnya menjadi Rp6.005,4 triliun. Nilai transaksi hinga siang ini
mencapai Rp 3,92 triliun.
Omnibus Law Ciptaker secara
resmi telah menjadi UU Nomor 11 Tahun 2020. UU ini ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 2 November 2020, dan mulai berlaku efektif hari ini.
Baca Juga:
Capres Nomor Urut 1 Anies Baswedan: Kaji Ulang Omnibus Law Jika Terpilih
UU
Ciptaker yang ditandatangani Jokowi hadir dalam format 1.187 halaman. Jumlah
ini sama dengan versi terakhir yang beredar sebelum disahkan oleh Kepala
Negara.
Sementara
itu, PT Bursa Efek Indonesia mencatat adanya kenaikan kapitalisasi pasar modal
Indonesia pada rentang 30 September 2020 hingga 27 Oktober 2020.
Direktur
Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Inarno
Djajadi, mengungkapkan, ada pertumbuhan IHSG 5,3 persen pada September 2020 hingga Oktober 2020. Pihaknya menyebut ada kenaikan kapitalisasi pasar
sebesar 5 persen, sekitar
Rp 296 triliun.
Pergerakan
IHSG, lanjut dia, setelah pengesahan Undang Undang Cipta Kerja masih mengalami
kenaikan sekitar 0,8 persen pada 6 Oktober 2020. Kendati demikian, pihaknya
tidak berani mengklaim kenaikan itu berkat pengesahan beleid tersebut.
"Saya
tidak berani klaim ini karena Undang Undang Cipta Kerja. Rasanya, kita perlu
tunggu lebih lama karena di samping Undang Undang, nantinya perlu melihat
aturan-aturan turunan dari Undang Undang tersebut," ujarnya dalam seminar
virtual, Senin (2/11/2020).
Inarno
tidak menampik pasar modal dalam negeri sempat goyah akibat demonstrasi
penolakan Undang Undang Cipta Kerja. Menurutnya, gejolak yang terjadi sedikit
banyak berpengaruh.
"Bisa
dilihat masih ada capital outflow dari foreign investor senilai Rp 45 triliun sampai dengan saat ini," jelasnya.
Kendati
demikian, dia menyebut ketahanan investor lokal terpukuk dengan baik. Single
investor identification (SID) tumbuh 32 persen secara year to date dan sampai
saat ini sudah mencapai 3,3 juta.
"Walaupun
investor asing menjual saham-saham big caps tetapi investor lokal bisa menahan. Ini beda dengan krisis-krisis sebelumnya,"
imbuhnya.
Sebelumnya,
Kepala Riset MNC Sekuritas Edwin Sebayang mengatakan hampir semua sektor
industri diuntungkan dengan adanya omnibus law. Menurutnya, industri dalam
negeri dapat semakin bersaing dengan negara tetangga.
"Sehingga
bisa mengundang industri asing dan domestik semakin banyak mendirikan pabrik di
Indonesia," tuturnya.
Edwin
mencontohkan beberapa sektor yang diuntungkan adalah sektor yang masuk ke dalam
daftar negatif investasi (DNI). Salah satunya sektor yang padat karya seperti
tekstil dan rokok.
Selanjutnya,
sektor properti untuk kawasan industri dengan emiten seperti AKRA, SSIA, dan
BEST akan mendapatkan keuntungan. Adapun, perusahaan properti untuk kelangan
menengah ke atas seperti PWON, SMRA, CTRA juga diuntungkan.
Senada,
Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy menyorot sektor
padat karya seperti tekstil dan agribisnis akan menikmati keuntungan. Emiten
manufaktur termasuk rokok, kertas, kimia, serta aneka industri juga akan
mendapatkan berkah. [dhn]