Hermawan mengatakan tidak seharusnya pemerintah memberi kelonggaran di tengah situasi masyarakat yang sudah jenuh dan tidak taat. Ia pun mewanti-wanti kasus pertama Omicron itu menjadi seperti bola salju yang menggelinding di lereng.
"Bayangkan ditemukan pada OB. Bukan orang yang pelaku perjalanan luar negeri. Berarti terjadi lokal transmisi. Sudah terjadi penularan dimana-mana. Tidak boleh dianggap remeh. Seharusnya pemerintah kembali bijaksana melalui kebijakan," katanya.
Baca Juga:
Kenali Perbedaan Varian Covid EG.5, Delta dan Omicron
Ia mengatakan pemerintah tidak perlu malu jika ingin kembali menerapkan PPKM Level 3 saat Nataru di seluruh wilayah Indonesia seiring temuan Omicron ini. Di sisi lain, masyarakat juga harus kembali disiplin menerapkan protokol kesehatan.
Pada satu sisi, di tengah ancaman varian Omicron itu, data dari Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mencatat kepergian dan kedatangan ribuan WNI dan WNA.
Rinciannya, tercatat 37.214 WNI pergi keluar negeri sementara WNI yang tiba di Indonesia dari luar negeri tercatat sejumlah 40.557 orang. Data itu merupakan perlintasan keluar-masuk Indonesia melalui Bandara Internasional Soekarno Hatta periode 1-16 Desember 2021.
Baca Juga:
Muncul Varian Covid-19 di Denmark dan Inggris, Masyarakat Diminta Waspada
Sementara untuk WNA yang masuk ke Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta pada periode yang sama sebanyak 13.931 orang. Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Bandara Soekarno Hatta juga mencatat WNA yang keluar dari Indonesia sebanyak 14.421orang. Sehingga total perlintasan WNA yaitu 28.352 orang.
Hermawan mengatakan pemerintah perlu mempertimbangkan melakukan penutupan pintu masuk bagi pelaku perjalanan dari negara dengan transmisi Omicron. Tidak hanya bagi WNA, namun juga WNI. Diketahui, saat ini WNI pelaku perjalanan dari negara transmisi Omicron masih diizinkan masuk dengan syarat karantina 14 hari.
"Kalau pemerintah mau konsisten, tidak usah malu lah, kembali ke wacana awal juga oke. Karena dulu pakar juga sudah bicara naikkan kebijakan, eh tiba-tiba dibatalkan. Enggak usah malu dan seolah gimana-gimana. Ini kan dinamis kebijakan. Jadi kembali aja pada optimalkan perilaku tetapi PPKM level 3 penting, dan itu bukan Momok, karena tidak dikunci, hanya diatur volumenya kok," katanya.