Dikatakan, perluasan penggunaan vaksin gotong royong kepada
individu direkomendasikan hanya menggunakan vaksin gotong royong dan tidak
boleh menggunakan vaksin hibah baik bilateral maupun skema Covax. Selain itu,
perlu dibukanya transparansi data alokasi dan penggunaan vaksin gotong royong
secara rinci (by name, by address dan badan usaha).
Kemudian, kata Firli, pelaksanaan vaksin gotong royong
kepada individu hanya dapat melalui lembaga/intitusi yang menjangkau
kabupaten/kota, seperti rumah sakit swasta seluruh Indonesia atau Kantor
Pelayanan Pajak.
Baca Juga:
Soal OTT Capim KPK Johanis Tanak dan Benny Mamoto Beda Pandangan
Hal ini lantaran Kantor Pajak memiliki database wajib pajak
yang mampu secara ekonomis atau lembaga lain selain retail seperti Kimia Farma.
"Perbaikan logistik vaksin untuk mencegah vaksin
mendekati kadaluarsa dan distribusi lebih merata," katanya.
Lebih jauh Firli mengatakan, sesuai Perpres Nomor 99 Tahun
2020, Menkes diperintahkan untuk menentukan jumlah, jenis, harga vaksin, serta
mekanisme vaksinasi. Kemudian, perlu dibangun sistem perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan dan monitoring pelaksanaan vaksin gotong royong secara transparan,
akuntabel dan memastikan tidak terjadinya praktik-praktik fraud.
Baca Juga:
Korupsi APD Kemenkes, KPK Ungkap Satu Tersangka Beli Pabrik Air Minum Kemasan Rp60 Miliar
"Jangan ada niat jahat untuk melakukan korupsi,"
tegas Firli.
Ditekankan, data merupakan kata kunci dalam pelaksanaan
vaksin gotong royong. Untuk itu, Kementerian Kesehatan harus menyiapkan data
calon peserta vaksin sebelum dilakukan vaksinasi.
Dalam kesempatan ini, Firli menekankan KPK tidak mendukung
pola vaksin gotong royong melalui Kimia Farma karena efektifitasnya rendah
sementara tata kelolanya beresiko.