"Posisi Amartya Sen sebagai ahli ekonomi, tetapi kalau kita membaca karya beliau apakah membaca wajah sosiologi atau wajah ekonomi? Jadi sebenarnya Amartya Sen seorang ekonom atau antropolog? Karena yang dilihat dalam konsep dignity ini merupakan gabungan filsafat sosial, antropolog dan ekonomi" Ungkap Amich.
Prof. Dr. Didin S. Damanhuri guru besar Universitas Paramadina sebagai ekonom yang berfokus pada makro menyatakan bahwa pada awalnya menyangka tulisan Amartya Sen memiliki fokus pada ekonomi mikro.
Baca Juga:
The Lead Institute Universitas Paramadina Gelar Diskusi Kepemimpinan Profetik dan Pilkada 2024
"Kemudian mengutip physical quality life index yang dianggap terlalu makro, maka tidak menggambarkan perkembangan individu" kata Didin.
Didin melihat Gross Domestic Product (GDP) menjadi ukuran negara berkembang, pecahnya Pakistan dan Bangladesh menjadi contoh negara yang gagal dengan untuk itu.
Dalam paparannya Didin menyebutkan mengenai kategori kebahagiaan sebagai sebuah ukuran yang di konseptualisasikan pada tahun 2015 dengan mengeluarkan index kebahagiaan ala Bhutan.
Baca Juga:
Universitas Paramadina Dorong Literasi Investasi Reksa Dana di Kalangan Mahasiswa
"Sampai hari ini masih belum ada kepastian mengenai indeks kebahagiaan ala Bhutan ini akan diadopsi oleh PBB sehingga kedepannya akan dijadikan pembanding." Kata Didin.
"Kapabilitas orang per orang harus dikaitkan dengan ekonomi politik. Jika dikaitkan dengan kejadian sekarang ini, maka kapabilitas harus dikaitkan dengan moral, etik dan demokrasi" pungkas Didin.
[Redaktur: Amanda Zubehor]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.