WAHANANEWS.CO, Jakarta - Organisasi Relawan Nasional MARTABAT Prabowo-Gibran mendorong seluruh pemerintah desa di Indonesia untuk membentuk Tim Kreativitas Desa yang berfokus pada pengolahan sampah menjadi produk kerajinan tangan bernilai ekonomi.
Langkah ini dinilai sebagai upaya nyata dalam menciptakan ekonomi hijau, memperkuat kemandirian desa, sekaligus mengurangi beban lingkungan akibat penumpukan sampah anorganik.
Baca Juga:
Jadi Objek Vital, MARTABAT Prabowo-Gibran Dorong Pemerintah Perbesar Pelabuhan KKT untuk Dukung Kawasan Industri Kaltim dan Otorita IKN
Menurut MARTABAT, gerakan ini tidak hanya sebatas kampanye lingkungan, tetapi juga peluang pemberdayaan masyarakat desa agar lebih produktif dan berdaya saing.
Pengolahan sampah rumah tangga menjadi karya seni atau produk kerajinan, seperti tas, pot tanaman, dan hiasan rumah, terbukti mampu menciptakan lapangan kerja baru dan menambah penghasilan masyarakat.
Ketua Umum MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, menyatakan bahwa desa-desa di Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pusat inovasi lingkungan berbasis komunitas.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran: Sampah Kini Jadi Rebutan, Bahkan Bisa Jadi Bahan Bangun Rumah
Ia menilai, dengan bimbingan dan pendampingan yang baik, tim-tim kreatif desa bisa menjadi motor penggerak ekonomi sirkular.
“Gerakan ini sangat strategis. Kita ingin setiap desa punya tim yang bukan hanya membersihkan sampah, tapi juga mengubahnya menjadi karya yang punya nilai jual. Jadi, ini bukan sekadar bersih-bersih, tapi membangun ekosistem ekonomi kreatif yang berkelanjutan,” ujar Tohom di Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Menurut Tohom, pendekatan ini sejalan dengan visi pemerintahan Prabowo-Gibran untuk memperkuat ekonomi rakyat berbasis kemandirian dan keberlanjutan.
Ia menilai, jika setiap desa mampu mengolah minimal 30 persen sampah anorganik menjadi produk baru, maka dampak lingkungannya akan signifikan sekaligus memperkuat ekonomi lokal.
“Bayangkan kalau setiap desa punya unit produksi daur ulang yang melibatkan warga. Mereka bisa hasilkan produk-produk kreatif yang dijual ke pasar lokal bahkan ekspor. Itu bukan mimpi, tapi arah baru pembangunan desa Indonesia,” tegasnya.
Tohom menyoroti contoh keberhasilan sejumlah komunitas, seperti petugas Unit Penanganan Sampah (UPS) Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta yang mampu mengubah ratusan botol plastik bekas menjadi instalasi seni berbentuk oplet “Si Doel” dalam acara Jakarta Eco Future Fest 2025. Menurutnya, semangat semacam itu perlu ditularkan hingga ke desa-desa.
“Keberhasilan teman-teman di Jakarta itu bukti nyata bahwa sampah bukan akhir dari siklus hidup barang, melainkan awal dari sesuatu yang baru. Desa-desa bisa meniru dengan gaya mereka sendiri,” tambah Tohom.
Tohom yang juga Pengamat Energi dan Lingkungan ini menegaskan bahwa pengelolaan sampah berbasis kreativitas harus dipandang sebagai bagian integral dari kebijakan transisi energi dan pembangunan berkelanjutan.
Menurutnya, konsep ekonomi hijau tidak hanya soal energi terbarukan, tetapi juga efisiensi sumber daya dan pemanfaatan kembali limbah menjadi produk bernilai.
“Kalau kita ingin masa depan yang hijau, maka kita harus mulai dari hal sederhana, dari rumah, dari desa, dari sampah yang kita hasilkan sendiri. Pemerintah desa perlu didukung dengan pelatihan, peralatan, dan akses pasar agar ide ‘olah sampah jadi kerajinan tangan’ benar-benar hidup dan menghasilkan manfaat ekonomi nyata,” ujarnya.
Tohom juga mengajak dunia usaha dan lembaga pendidikan untuk ikut mendukung gerakan ini melalui program kolaboratif.
“Kalau perusahaan mau membantu lewat CSR dan kampus ikut membina, maka kita bisa menciptakan jejaring inovasi desa hijau di seluruh Indonesia,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam mewujudkan ekonomi sirkular.
Ia mencontohkan keberhasilan Jakarta Eco Future Fest (JEFF) 2025 yang mampu mengubah limbah menjadi karya seni bernilai tinggi sekaligus sarana edukasi publik tentang pentingnya daur ulang.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]