"Pengerahan aparat bersenjata tentunya harus terukur. Seberapa potensi kericuhan, bahaya, dan sebagainya. Yang dihadapi adalah rakyat sendiri loh, mereka bukan kelompok bersenjata, bukan kelompok teroris," katanya.
Perihal memori “pengusiran” warga desa demi pembangunan Waduk Kedung Ombo pun dikisahkan kembali oleh jaringan Gusdurian lewat sebuah utas atau thread.
Baca Juga:
Batara Ningrat Simatupang, Pendekar Ekonomi yang Tak Henti Mengais Ilmu
"14 Januari 1989, warga kelabakan. Perlahan-lahan volume air mulai meninggi, menggenangi kampungnya. Tingginya tak lagi beberapa milimeter, karena sudah sampai semata kaki," demikian utas Gusdurian yang dibuat pada Selasa (8/2/2022), mulai pukul 18.07 WIB.
"Kisah #MelawanWadas dan Kedung Ombo memiliki kesamaan di mana petani harus terusir dari tanahnya yang begitu subur. Tanah yang bisa membuat 'tongkat kayu dan batu jadi tanaman," demikian kelanjutan dari utas tersebut.
Baca Juga:
Sederet Kebijakan Rizal Ramli untuk RI yang Patut Diapresiasi
Potensi Konflik Sebelum Terjunkan Pasukan
Terpisah, Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, menilai, pengerahan aparat kepolisian menuju Desa Wadas di tengah proses sengketa lahan cenderung berpotensi menimbulkan konflik.
Polisi, kata Sugeng, seharusnya menyadari bahwa keberadaan mereka untuk melakukan tindakan-tindakan di atas tanah yang belum sepenuhnya dibebaskan berpotensi menimbulkan perlawanan warga sehingga membuat pelanggaran hak asasi manusia (HAM).