Ia berujar malaadministrasi terjadi ketika dirinya
memberikan klarifikasi. Berdasarkan Pasal 15 ayat 2 Peraturan Ombudsman RI
Nomor 48 Tahun 2020, Ghufron menuturkan permintaan klarifikasi dilakukan oleh
keasistenan yang membidangi fungsi pemeriksaan.
Sementara, proses tersebut dilakukan oleh anggota Ombudsman
RI Robert Na Endi Jaweng.
Baca Juga:
Didominasi Penegak Hukum, MAKI: Pimpinan Baru KPK Tak Mewakili Masyarakat dan Perempuan
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum
Universitas Andalas Padang, Feri Amsari, menilai KPK tidak membaca utuh UU
Ombudsman RI yang memuat kewenangan komisioner Ombudsman RI untuk melakukan
klarifikasi.
"Dia (Nurul) baca setengah-setengah peraturan Ombudsman
RI dan ambil yang menguntungkan saja," kata Feri, melalui pesan tertulis.
Feri menerangkan, dalam Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 8 ayat
(1) huruf c UU Ombudsman RI diatur bahwa salah satu fungsi, tugas dan wewenang Ombudsman
RI adalah meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang
diperlukan dari instansi mana pun untuk pemeriksaan laporan dari instansi
terlapor.
Baca Juga:
Setyo Budiyanto Terpilih sebagai Ketua KPK: OTT Tetap Senjata Utama
Dalam menyelenggarakan fungsi, tugas dan kewenangannya,
lanjut Feri, Ombudsman RI dibantu asisten. Ia berujar komisioner Ombudsman RI
juga berwenang melakukan klarifikasi.
"Saya yakin Nurul tidak bodoh dalam membaca
peraturan," ucap dia.
"Jadi, hal itu bagi saya bukan karena ketidakmengertian
Nurul terhadap konsep administrasi, lebih mirip sebagai alasan yang dicari-cari
terhadap berbagai kealpaan administrasi yang dilakukan KPK dalam melaksanakan
TWK," sambungnya.