Polisi menuduh Yeimo melakukan makar karena menyerukan referendum kemerdekaan selama protes anti-rasisme tahun 2019 yang berujung kerusuhan.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Theofransus Litaay, mengatakan penggunaan kekuatan yang berlebihan, pembunuhan di luar proses hukum, penghilangan paksa, dan penyiksaan tidak memiliki tempat dalam masyarakat Indonesia.
Baca Juga:
Kanwil Kemenkumham Sulteng Tingkatkan Kesadaran dan Cegah Perundungan Siswa Lewat Diseminasi HAM
“Pemerintah Indonesia secara mendalam menunjukkan segala upaya berdasarkan supremasi hukum dalam menangani kasus-kasus kekerasan dengan menekankan keadilan korban dan mengakhiri impunitas,” kata Theofransus.
“Banyak warga sipil tak berdosa, termasuk pekerja kesehatan dan pekerja konstruksi, menjadi korban ancaman dan kekerasan kelompok kriminal bersenjata,” kata Theofransus, menambahkan nasib dan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Papua dan Papua Barat telah dan akan selalu menjadi prioritas utama pemerintah.
Terkait proses hukum terhadap para terdakwa kerusuhan di Papua, kata Theofransus, akan terus berjalan sesuai aturan hukum dan dalam koridor hukum dan prinsip-prinsip hak asasi manusia.
Baca Juga:
Hotman Paris Tantang Menteri HAM: Cukup Ponsel untuk Layani Rakyat, Bukan Rp 20 Triliun
Museum Peringatan Holocaust AS menyatakan dalam laporan yang dirilis bulan lalu bahwa pembunuhan besar-besaran terhadap warga sipil bisa terjadi di Papua dalam 12 hingga 18 bulan ke depan jika kondisi saat ini meningkat ke skenario terburuk.
Laporan yang ditulis oleh Made Supriatma, peneliti di Simon-Skjodt Center Early Warning ini menyebutkan bahwa meskipun kekerasan skala besar terhadap warga sipil tidak terjadi saat ini di wilayah Papua, tanda-tanda peringatan dini sudah terlihat dan perlu mendapat perhatian.
Menurut Made, ada beberapa faktor stuktural yang memengaruhi kondisi tersebut, termasuk sejarah panjang kekejaman massal, tidak dilibatkannya penduduk asli Papua dalam pengambilan keputusan politik dan konflik akibat eksploitasi sumber daya alam Papua.