WAHANANEWS.CO, Purworejo - Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, dengan tegas menolak wacana menjadikan guru sebagai tester dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang tengah menuai kontroversi di berbagai daerah.
Penolakan ini disampaikan langsung oleh Ketua PGRI Purworejo, Irianto Gunawan, yang menyebut kebijakan tersebut tidak memiliki dasar komunikasi yang jelas antara penyelenggara program dan pihak guru di lapangan.
Baca Juga:
Pembukaan Jalur Mandiri PTN Disorot Komisi X DPR
Menurut Irianto, keputusan menolak keterlibatan guru sebagai tester MBG didasari oleh beberapa alasan penting. “(PGRI) Purworejo ini jelas tidak setujulah (adanya tester MBG).
Pertama, karena dari awal juga tidak dilibatkan,” ujarnya dalam keterangan resmi pada Rabu (8/10/2025).
Ia menegaskan, kebijakan yang muncul tanpa koordinasi dengan pihak terkait hanya akan menimbulkan masalah baru di lapangan.
Baca Juga:
Lemah Koordinasi, JPPI: Program MBG Bikin Guru Jadi Pihak yang Paling Dirugikan
Lebih lanjut, Irianto menduga pihak penyelenggara MBG ingin lepas tangan dari tanggung jawab apabila terjadi hal yang tidak diinginkan.
“Mestinya di tempat SPPG itu ada testernya, mereka berani menyajikan maka harus berani bertanggung jawab,” tegasnya.
Ia mencontohkan, jika guru atau kepala sekolah menjadi korban akibat mencicipi makanan yang belum terjamin keamanannya, maka harus jelas siapa pihak yang memikul tanggung jawab tersebut.
“Siapa yang mau tanggung jawab? Mestinya penyedia itu juga harus bertanggung jawab bahwa makanan ini aman. Jangan sampai mengorbankan orang lain, tapi yang mendapat keuntungan mereka,” ucap Irianto.
Ia menilai, pemberian imbalan sebesar Rp 100.000 per hari untuk guru yang bersedia menjadi tester tidak sepadan dengan risiko yang dihadapi.
Selain itu, guru juga dibebani tugas tambahan seperti mengumpulkan wadah makanan (ompreng) yang telah digunakan untuk dikembalikan ke pihak penyedia.
“Belum lagi kalau jumlahnya kurang, maka sekolah suruh ganti,” imbuhnya dengan nada kecewa.
Penolakan ini muncul setelah adanya dugaan keracunan yang menimpa sejumlah siswa SMPN 8 dan SMAN 3 usai menyantap makanan dari program MBG. Menanggapi hal ini, Irianto menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap penyedia makanan agar kasus serupa tidak terulang.
“Kejadian ini harus diusut dengan tuntas karena jangan sampai pada saat SPPG ini melakukan yang sudah terbaik dan tidak disebabkan dari sana, misalnya ada orang iseng dan lain sebagainya. Itu kan kasihan nanti mereka sudah mengeluarkan uang,” kata Irianto.
Ia berharap pemerintah meninjau ulang seluruh mekanisme distribusi dan pengawasan MBG sebelum menunjuk guru sebagai pihak yang menanggung risiko di lapangan.
Diketahui, Badan Gizi Nasional (BGN) tengah mengatur agar guru dijadikan penanggung jawab program MBG di sekolah penerima manfaat.
Ketentuan itu tertuang dalam Surat Edaran Nomor 5 Tahun 2025 tentang Pemberian Insentif bagi Guru Penanggung Jawab Program MBG di Sekolah Penerima Manfaat.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]