WahanaNews.co | PKB kembali menyatakan dukungannya pada KPU, agar Pemilu dilaksanakan pada 21 Februari 2024. Wakil Ketua Komisi II F-PKB Luqman Hakim mengungkapkan, hasil pemilu jadi ukuran partai politik untuk mandiri atau harus berkoalisi dalam mengusung pasangan calon kepala daerah.
“Karena itu, dibutuhkan pengaturan yang detail, rapi, terukur dan berkepastian dari semua tahapan dan jadwal Pemilu dan Pilkada Serentak, agar dua agenda yang diamanatkan UU ini dapat berjalan dengan baik,” kata Luqman pada wartawan, Minggu (10/10).
Baca Juga:
Dua Oknum ASN Pemkab Manokwari Disebut Bawaslu Langgar Netralitas
Luqman menyebut jika pencoblosan 21 Februari, maka penyelesaian sengketa hasil pemilu punya waktu yang cukup sampai bulan Juli 2024. Sementara, hasil final pemilu 2024 sudah bisa ditetapkan KPU akhir Juli, setelah sengketa diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi.
“Apabila hasil final pemilu 2024 dapat disahkan di akhir bulan Juli, maka parpol dan masyarakat memiliki waktu untuk melakukan seleksi bakal calon kepala daerah yang akan didaftarkan ke KPUD pada akhir Agustus atau awal September 2024,” katanya.
Namun, kata Luqman, apabila coblosan Pemilu dilakukan 15 Mei 2024, maka penyelesaian sengketa hasil pemilu oleh MK bisa rampung di dalam bulan September-Oktober 2024. Risikonya, masyarakat dan partai politik sama sekali tidak punya waktu untuk melakukan seleksi bakal calon kepala daerah.
Baca Juga:
KPU Bone Bolango Sosialisasikan Pembentukan Pantarlih untuk Pemilihan Bupati Tahun 2024
“Lebih tragis lagi, pendaftaran calon kepala daerah ke KPUD tidak dapat dilaksanakan tepat waktu. Akibatnya, sudah pasti coblosan Pilkada serentak tidak bisa dilakukan di dalam bulan November 2024,” ucapnya.
Risiko kegagalan Pilkada akan menjadi citra sangat buruk di ujung pemerintahan Jokowi.
“PKB sebagai partai koalisi dan pengusung Presiden Jokowi dari Pilpres 2014 dan 2019 lalu, berkewajiban untuk menghindarkan perjalanan pemerintahan Jokowi berakhir dengan drama kegagalan. Karena itu, PKB menolak skenario coblosan Pemilu 15 Mei 2024,”tuturnya.
PKB mempertimbangkan pentingnya menghindarkan tahapan-tahapan pemilu dari momentum yang berpotensi menimbulkan kegaduhan dan residu kontraproduktif lainnya.
Apabila coblosan Pemilu 15 Mei 2024, maka puncak kampanye Pemilu akan bersamaan dengan umat Islam menjalankan ibadah puasa sebulan penuh Ramadan. Bulan Ramadan 2024 akan dimulai sekitar tanggal 9 Maret 2024 dan Idul Fitri sekitar 9-10 April 2024.
“Puncak kampanye Pemilu di dalam bulan Ramadan tentu tidak elok dan berpotensi mengganggu ibadah umat Islam. Ingat, kita adalah bangsa yang ber-Ketuhanan,” katanya.
“Jangan sampai nanti pemerintah dituduh dengan sengaja menistakan Islam akibat memaksakan coblosan Pemilu 15 Mei 2024 yang berakibat puncak kampanye berada di dalam bulan Ramadan,” tambahnya.
Selain itu, Luqman mengingatkan bulan Ramadan sebagai puncak kampanye juga berpotensi meningkatkan eskalasi politik identitas dan manuver politik bernuansa SARA.
“PKB tidak ingin, keutuhan NKRI terancam akibat pemilu 2024. Inilah diantara pertimbangan PKB kenapa coblosan Pemilu 21 Februari jauh lebih ideal dan rasional,” katanya.
Luqman menambahkan tidak realistis apabila Pemilu digelar 15 Mei dan Pilkada 27 November. Menurut Luqman jadwal tersebut akan menimbulkan beban petugas penyelenggara pemilu yang melampaui kemampuan rata-rata manusia.
“Ingat, tahun 2019 dengan satu pemilu saja, ratusan petugas KPPS meninggal dunia dan ribuan lainnya jatuh sakit.
Kita bisa bayangkan, tahun 2024 dengan beban Pemilu dan Pilkada Serentak dalam waktu berdekatan, akan berapa ribu petugas meninggal dunia dan jatuh sakit? PKB tentu tidak ingin Pemilu menjadi mesin pembunuh bagi para petugas yang menyelenggarakannya. Jangankan ribuan, satu nyawa saja bagi PKB sangat berharga untuk diselamatkan,” pungkasnya. [rin]