Pihaknya menyebut dari data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dari kategori Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Kemasyarakatan, dan Hutan Desa saja sudah cukup potensial.
Tanpa memperhitungkan kategori pengelolaan hutan lain seperti hutan alam, izin pemanfaatan untuk perhutanan sosial, serta kemitraan kehutanan disebut ada 572 ribu hektar yang bisa digunakan masyarakat.
Baca Juga:
Kasus Plagiarisme, Sejumlah Akademisi Berakhir Gelarnya Dicabut
Dari survei yang dilakukan menurutnya tahun lalu lahan kering di Pulau Jawa saja, dalam area 60 km dari PLTU, tersedia lahan kering hingga 916 ribu hektar.
Jika PLN mengimplementasikan kebijakan cofiring 5 persen pada 16 PLTU yang ada, disebut hanya akan memerlukan 189 ribu hektar.
“Jika ditingkatkan persentase menjadi 10 persen sekitar 379 ribu hektar, artinya lahan masih cukup untuk pengembangan biomassa tersebut,” sebutnya.
Baca Juga:
Menjaga Kamtibmas Jelang Pilkada 2024 di Mimika, Begini Kata Akademisi Suku Kamoro
Ia pun memberi catatan bagaimana menggerakkan masyarakat agar mau membudidayakan tanaman energi seperti kaliandra, gamal, lamtoro, sengon, dan lainnya.
Selain memikirkan pola tanam tumpang sari antara tanaman energi dan tanaman lainnya, keekonomian dari pasokan disebut juga penting.
Berikutnya menciptakan ekosistem tanaman energi yang melibatkan masyarakat lewat kelompok tani, pihak pengolah yang bisa dari anak usaha PLN atau swasta, hingga akhirnya diterima oleh PLTU.