Setelah bertemu KSAU Suryadharma untuk kedua kalinya, Sintong dijanjikan akan dipanggil tetapi setelah ia melakukan operasi amandel. Kemudian, Sintong kembali ke Medan sambil menunggu surat panggilan dari AURI.
Namun, setelah ditunggu hingga beberapa waktu, surat panggilan yang diharapkan tidak jua datang. Konon, surat tersebut sebenarnya sudah datang, namun disembunyikan oleh ibunya. Karena panggilan dari AURI tidak kunjung datang, akhirnya Sintong mencoba mengikuti tes masuk taruna AMN.
Baca Juga:
Pengusaha Cilacap Motivasi 26 Siswa Seko Pusdiklatpassus Angkatan 108 Saat Pembaretan
Beserta kelima orang temannya, Sintong dinyatakan lulus tes dan diterima menjadi taruna AMN.
Selanjutnya, ia berangkat ke Magelang untuk mengikuti pendidikan. Ia merupakan Taruna AMN Angkatan V yang saat itu berjumlah 117 orang.
Setelah lulus pada tanggal 27 Juni 1964, Sintong Panjaitan kemudian ditempatkan sebagai perwira pertama Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD), pasukan elite ABRI Angkatan Darat (kini bernama Kopassus) di Cijantung, Jakarta Timur.
Baca Juga:
Brigjen TNI Djon Afriandi Resmi Jabat Danjen Kopassus Gantikan Mayjen TNI Deddy Suryadi
Satu tahun setelah menyelesaikan pendidikan militernya di Magelang, tepatnya pada pertengahan Agustus 1964, Sintong Panjaitan bersama 15 orang perwira AMN yang satu angkatan dengannya ditugaskan di Sulawesi Selatan dan Tenggara untuk memperoleh pengalaman tempur.
Bersama dengan Abdulrachman dan Iding Suwardi, Sintong di B/P pada Batalion Infanteri 321/Galuh, Taruna Brigade Infanteri (Brigif) 13/Galuh, Kodam VI/Siliwangi yang pada waktu itu sedang melaksanakan Operasi Kilat untuk menumpas pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan pimpinan Kahar Muzakkar.
Sementara, dua Batalion Brigif-13/Galuh lainnya, yaitu Yonif 332/Buaya Putih dan Yonif 303/Setia Perlaya, dioperasikan di sisi barat kaki Gunung Latimojong. Empat kompi dalam Yonif 321 merupakan pasukan infanteri biasa yang tidak memiliki kualifikasi para.