Misalnya, ia pernah ditugaskan untuk diterjunkan di Semenanjung Malaya dalam operasi konfrontasi dengan Malaysia. Saat itu, seragam yang dikenakan hanya celana dan kaos hijau hijau dengan topi rimba bertuliskan TNKU.
Jika ia tewas dalam operasi tersebut, maka Pemerintah Indonesia dan TNI tidak akan mengakuinya sebagai prajurit TNI. Ia akan dikenang sebagai anggota TNKU, gerombolan bersenjata yang berhaluan komunis.
Baca Juga:
Pengusaha Cilacap Motivasi 26 Siswa Seko Pusdiklatpassus Angkatan 108 Saat Pembaretan
Seandainya Sintong Panjaitan berpolitik dan tidak sepakat dengan paham komunis, tentunya ia akan menolak penugasan tersebut. Akan tetapi, karena perintah itu merupakan perintah dari atasan, sebagaimana tradisi dalam dunia militer, maka jawabannya jelas; "Siap Laksanakan!"
Ketertarikan Sintong Panjaitan terhadap dunia militer sudah terlihat sejak kecil. Minat besar itu muncul saat ia berumur tujuh tahun ketika rumahnya hancur terkena bom yang dijatuhkan oleh pesawat P-51 Mustang milik Angkatan Udara Kerajaan Belanda.
Rumahnya memang berdekatan dengan sebuah tangsi tentara RI. Sejak peristiwa itu, Sintong pun bercita-cita menjadi penerbang pesawat tempur.
Baca Juga:
Brigjen TNI Djon Afriandi Resmi Jabat Danjen Kopassus Gantikan Mayjen TNI Deddy Suryadi
Sintong Panjaitan mulai memanggul senjata ketika masih duduk di bangku SMA dan bergabung dengan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera Utara.
Pemberontakan PRRI ini disebabkan oleh ketidakharmonisan hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, terutama di wilayah, terkait masalah otonomi daerah dan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.
Sikap tidak puas tersebut mendapat dukungan dari sejumlah perwira militer. Sebenarnya, awal pemberontakan tersebut sudah muncul menjelang pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) pada tahun 1949.