Pada saat bersamaan, Divisi Banteng diciutkan sehingga menjadi kecil dan hanya menyisakan satu brigade. Brigade ini pun diperkecil lagi menjadi Resimen Infanteri 4 TTIBB.
Hal ini memunculkan kekecewaan dari pada para perwira dan prajurit Divisi IX Banteng yang telah berjuang mempertaruhkan jiwa dan raganya bagi kemerdekaan Indonesia.
Baca Juga:
Kopassus Diperkuat, Pasukan Siap Tanggap Bakal Tersebar di Enam Pulau Besar
Kondisi ini semakin diperparah dengan tingkat kesejahteraan prajurit dan masyarakat yang sangat rendah.
Ketidakpuasan tersebut memicu terbentuknya dewan militer daerah, seperti Dewan Banteng di Sumatera Barat pada tanggal 20 Desember 1956 oleh Letnan Kolonel Ahmad Husein, Dewan Garuda di Sumatera Selatan pada pertengahan Januari 1957 oleh Letnan Kolonel Barlian, dan Dewan Gajah di Sumatera Utara pada 22 Desember 1956 oleh Kolonel Maludin Simbolon, seorang Panglima Tentara dan Teritorium I.
Saat itu, melalui RRI Medan, Kolonel Simbolon mengumumkan pemutusan hubungan wilayah bukit barisan dengan pemerintah pusat.
Baca Juga:
Panglima TNI Mutasi 7 Kolonel AD, Hamonangan Lumban Toruan Dapat Tugas Strategis
Ia mengubah nama Kodam TT I menjadi Kodam TT I Bukit Barisan. Karena keterbatasan dana, Kolonel Simbolon mencari jalan sendiri untuk membangun asrama dan perumahan prajurit.
Dia mencari dana sendiri, sayangnya cara yang digunakan ilegal. Ia menjual secara ilegal hasil perkebunan di wilayah Sumatera Utara.
Ekspor hasil perkebunan dijual melalui Teluk Nibungh di Muara Sungai Asahan, Tanjung Balai.