Berbagai langkah telah dilakukan, di antaranya konfirmasi dan edukasi kepada pihak sekolah; konfirmasi dan assessment kepada anak berkonflik dengan hukum, anak korban, dan orang tua keduanya; pendampingan visum dan pemeriksaan kesehatan anak korban.
Juga pendampingan psikologi bagi anak korban dan anak berkonflik dengan hukum; pendampingan dan edukasi hukum kepada orang tua anak korban dan anak berkonflik dengan hukum; serta mediasi kedua belah pihak.
Baca Juga:
Kemen PPPA Gandeng Kemkomdigi Tingkatkan Literasi Digital Perempuan dan Anak
Nahar mengatakan, kasus ini menjadi peringatan bagi seluruh pihak untuk meningkatkan pengawasan dan memberikan pengasuhan yang layak anak agar kasus serupa tidak berulang atau terjadi di tempat lain.
“Berdasarkan analisis kami, penting untuk meningkatkan pemahaman anak terkait hal-hal yang tidak boleh dilakukan, khususnya dalam konteks kekerasan seksual. Selain itu, orang tua, keluarga, pendidik, hingga masyarakat juga harus meningkatkan pengawasan terhadap anak atas perilaku-perilaku berisiko. Dalam hal ini, orang tua memegang peranan yang paling besar dalam proses pengasuhan dan pemberian edukasi sejak dini,” ungkap Nahar.
Lebih lanjut, Nahar menjelaskan, apabila ditemukan unsur pidana dalam proses penyelesaian kasus ini, maka anak berkonflik dengan hukum akan diproses menggunakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
Baca Juga:
Menteri PPPA Kawal Kasus Kekerasan Anak di Banyuwangi
“Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional, dan pihak lain yang dibutuhkan dapat mengambil keputusan untuk menyerahkan kembali anak berkonflik dengan hukum kepada orang tua/wali atau mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah, Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS), atau instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial untuk waktu paling lama 6 (enam) bulan,” pungkas Nahar.
Dalam kasus ini, Nahar mengapresiasi orang tua korban yang bertindak cepat menyampaikan laporan kepada pihak kepolisian dan UPTD PPA Kota Pekanbaru sehingga kedua belah pihak bisa mendapatkan penanganan yang sesuai dengan kebutuhannya.
Nahar pun mengajak orang tua, keluarga, pendidik, atau masyarakat yang mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan kepada anak untuk berani melapor ke lembaga-lembaga yang telah diberikan mandat oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, seperti UPTD PPA, Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan Kepolisian untuk mencegah jatuhnya korban lebih banyak.