WahanaNews.co | Sejumlah
tokoh senior dari kalangan intelektual, mantan pejabat, dan aktivis masyarakat
sipil memenuhi undangan Menko Polhukam, Mahfud MD untuk berdialog secara
virtual pada Kamis (26/8) malam.
Baca Juga:
Sebutan 'Yang Mulia' bagi Hakim, Mahfud MD: Sangat Berlebihan
Mereka yang hadir antara lain Emil Salim, Kuntoro
Mangkusubroto, Goenawan Mohamad, Abdillah Toha, Bagir Manan, Faisal Basri, dan
Laode M. Syarief. Hadir pula Erry Riyana Hardjapamekas, Muhammad Nuh, Rhenald
Kasali, Halim Alamsyah, Alwi Shihab, Nadirsyah Hosen, Al Hilal Hamdi, Khairil
Anwar Notodiputro, dan Hikmahanto Juwana.
Dialog ini adalah kelanjutan dari rangkaian pertemuan Menko
Polhukam dengan berbagai unsur masyarakat, untuk mendengarkan masukan sekaligus
menjelaskan pilihan kebijakan yang ditempuh pemerintah, khususnya di bidang
politik, hukum, dan keamanan.
"Saya tahu para senior dan sahabat semua adalah orang-orang
yang sikapnya jelas terhadap upaya perbaikan bangsa, karena itu saya ingin
banyak mendengar tentang apa saja yang perlu menjadi catatan penting saya, baik
terkait penegakan hukum, politik, maupun masalah keamanan, dan masalah-masalah
lain yang mungkin perlu ditangani pemerintah," ujar Mahfud, mengawali dialog.
Baca Juga:
Uang Rp 920 Miliar dan 51 Kg Emas di Rumah Eks Pejabat MA, Mahfud: Itu Bukan Milik Zarof!
Para tokoh secara bergantian menyampaikan pandangan
sekaligus masukan kepada pemerintah melalui Menko Mahfud MD. Emil Salim
mempertanyakan sikap pemerintah yang merencanakan anggaran besar untuk
persenjataan dan pemindahan ibukota, di saat keuangan negara sedang mengalami
tekanan yang berat.
"Saya berempati dengan Menteri Keuangan yang pusing kepala,
tetapi banyak dari teman-teman kita di departemen kurang paham bahwa
pengeluaran menjadi terbatas sehingga berbagai pengeluaran seperti pembelian
senjata, ibukota negara dan macam-macam, berjalan seolah-olah keuangan itu
tersedia banyak, padahal tidak. Ini bakal menyulitkan pengelolaan keuangan
negara," ujar Emil yang juga adalah ekonom senior dan Guru Besar UI.
Mantan anggota DPR Abdillah Toha yang selama ini dikenal
sebagai pendukung Presiden Jokowi mengkritik berbagai kebijakan pemerintah yang
dinilai tidak prorakyat.
"Periode kedua ini banyak hal yang menjadi tanda tanya
besar. Saya ingin kasih contoh satu, KPK. Kita bingung orang-orang yang
berprestasi luar biasa di KPK itu tetap diberhentikan, dan tidak ada tindak
lanjut dari Presiden," ujar politisi senior yang juga salah satu pendiri Partai
Amanat Nasional ini.
Masukan soal penanganan pandemi disampaikan oleh mantan
Menteri Pertambangan dan Energi, Kuntoro Mangkusubroto. Menurutnya, hasil yang
dicapai dalam penanganan pandemi sejauh ini cukup baik, namun tidak dilakukan
secara sistem melalui pendekatan organisasi yang benar.
"Cara kerja yang organized, yang sudah disiapkan pendahulu
sebelumnya ditinggalkan, atas nama kecepatan. Bagus, tapi governancenya tidak.
Saat pandemi ini puncaknya, tidak ada satu organisasi yang permanen untuk
menangani, padahal masalahnya makin serius. Akumulasi informasi yang menjadi
pengetahuan, tidak akan terjadi kalau tidak ada organisasi," ujar mantan Kepala
Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan itu.
Sedangkan pengamat ekonomi, Faisal Basri menyoroti beberapa
persoalan hukum di bidang ekonomi. Menurutnya, ekonomi akan survive kalau
penegakan hukumnya baik.
"Saya terkejut dengan misalnya dibebaskannya kewajiban
membangun kebun untuk gula rafinasi, sehingga kita mendengar keluhan dari industri
makanan minuman, mereka sangat terganggu. Di Jawa Timur, tidak ada pabrik yang
memproduksi gula rafinasi, kita menunggu kehancuran pabrik gula nasional,"
kritik Faisal.
Mantan komisioner KPK, Laode M. Syarief menilai ada
kecenderungan ruang publik menjadi menyempit dan sulit menyampaikan aspirasi ke
pemerintah.
"Teman-teman yang seharusnya ada di pemerintahan, aksesnya
mejadi sangat terbatas. Yang sering berkomunikasi dengan publik hanya Professor
Mahfud, yang lain tidak pernah membuka komunikasi. Dulu, kita bisa
bersilaturahmi menyampaikan kalau merasa kurang nyaman terhadap suatu
kebijakan," ujar Laode.
Semua yang hadir dalam dialog ini menyampaikan pandangannya,
kemudian satu per satu direspons oleh Menko Polhukam di akhir acara.
"Apa yang disampaikan, baik itu kritik, keluhan, atau
masukan, pada umumnya senada, dan sebagian besar sudah diketahui pemerintah.
Masalahnya sekarang, kita harus menemukan peta jalan untuk mengurai dan
membenahi semua masalah itu, dan untuk itu kontribusi dari bapak-bapak sangat
diperlukan" ujar Mahfud MD sembari berterima kasih atas kesediaan para tokoh
untuk hadir dan berbagi. [rin]