Kajian itu menyebutkan, sampah makanan menumpuk karena bahan makanan mentah yang belum diolah kemudian dibuang ketika proses pemilahan.
Oleh karena itu Rerie berharap tata kelola pangan menjadi perhatian pemangku kepentingan terkait agar jumlah sampah makanan di Indonesia bisa dikurangi.
Baca Juga:
KLH Tindak Tegas Daerah Pelanggar Pengelolaan Sampah, Termasuk Kabupaten Bondowoso
Diskusi yang dimoderatori Drs. Muchtar Luthfi A. Mutty, M.Si (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu, menghadirkan Dr. Drs. Nyoto Suwignyo, M.M. (Deputi II Bidang Kerawanan Pangan Dan Gizi, Badan Pangan Nasional), Vinda Damayanti (Direktur Pengurangan Sampah Ditjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI/PSLB3 KLHK) dan Prof. Dr. Dwi Andreas Santosa (Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor) sebagai narasumber.
Hadir pula Yessy Melania, S.E. (Anggota Komisi IV DPR RI) dan Khudori, selaku Penggiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) sebagai penanggap.
Deputi II Bidang Kerawanan Pangan Dan Gizi, Badan Pangan Nasional Nyoto Suwignyo mengungkapkan pihaknya sudah melakukan sejumlah upaya untuk mencegah terjadinya food loss dan food waste.
Baca Juga:
Penutupan TPA Pesalakan dan Penolakan TPA Purana Perparah Masalah Sampah Pemalang
Menurut Nyoto, food loss biasanya terjadi pada fase produksi, pascapanen/penyimpanan hingga pemrosesan pangan. Sedangkan food waste biasanya terjadi pada fase distribusi, pemasaran hingga konsumsi pangan.
Nyoto mengungkapkan tren food loss di Indonesia cenderung turun bila dilihat dari capaian 61 persen pada 2000 menjadi 45 persen pada 2019.
Sebaliknya tren food waste pada periode yang sama justru meningkat dari 39 persen pada 2000 menjadi 55 persen pada 2019.